Langsung ke konten utama

Mawar Putih dan Janji Adam

Air mata Disa langsung membasahi pipinya begitu ia sampai di rumah. Malam itu hatinya seperti terasa sesak. Pertanyaan Adam memenuhi isi kepalanya, hingga perlahan ada rasa yang menyayat hati.

Pikiran Disa bercampur aduk. Bagaimana pun, sejak ia memutuskan jalan dengan Adam rasa kagum itu telah berubah menjadi rasa lain. Tapi saat itu, Disa tak berani bilang sayang ataupun cinta, sebelum lelaki yang sudah dua tahun menunggunya itu datang melamar dan menghalalkannya.

Disa memendam rasa itu. Meskipun ada keinginan untuk mengutarakannya tiap kali mereka berbalas pesan. Hampir tiap malam, Adam selalu menunggu Disa pulang.

Hingga suatu  hari Adam menanyakan sesuatu pada Disa. Malam itu,  mereka berdua dalam perjalanan pulang. Disa baru saja menemani Adam bertemu dengan teman-temannya. Suasana yang semula cair mendadak dingin begitu pertanyaan itu keluar.

"Kalau ada lelaki lain yang datang melamarmu sebelum aku, apa kamu akan tetap menerimanya" tanya Adam saat perjalanan pulang ke rumah Disa.

Mendengar pertanyaan itu, Disa diam seribu bahasa. Dia tak tahu harus menjawab apa. Ada rasa bingung, takut, semua bercampur aduk. Disa tak menjawab, hanya melihat wajah Adam yang sambil menyetir menantikan jawaban itu keluar. Kemudian, Disa memalingkan wajahnya ke arah jendela.

Malam itu ingin sekali dia berteriak. Disa juga tidak tahu, bagaimana menjawab pertanyaan Adam. Sebetulnya mudah saja, Disa tinggal bilang 'iya aku akan menunggu mu' atau ' aku akan meninggalkanmu'. Tapi, malam itu Disa ragu. Kalau dia bilang iya, hubungan keduanya belum ada ikatan apapun. Bahkan, Adam juga belum bicara pada kedua orang tua Disa tentang keinginannya hidup bersama.

Sedangkan, kalau dia bilang 'akan meninggalkan Adam', Disa tidak yakin hatinya akan mudah menerima sosok lain. Jujur dalam hatinya, Disa sudah tak ingin berpaling ke orang lain.

"Aku bingung menjawabnya,"begitu kata Disa menutup perjumpaannya dengan Adam.

Selepas Adam mengantarkannya pulang, Disa coba menenangkan diri hingga air mata itu membanjiri wajahnya. Ia menumpahkan perasaannya. Disa  hanya merasa tidak sanggup kalau sampai hubungan yang coba ia jalin dengan Adam kembali salah di mata Allah. Karena, perasaannya pada Adam itu semakin hari terus berubah. Ia merasa nyaman dan (mungkin) mulai ada keinginan memiliki.

Disa juga sudah terlanjur lelah dengan kegagalannya. Disa tidak ingin mengulangi kesalahan, membuka hati pada orang yang salah.  Disa ingin sosok Adam yang menjadi imamnya dunia akhirat. Tapi, Disa lagi lagi bertanya, apa pengikatnya.Cukupkah ucapan lisan 'insyaallah aku mau menunggu' seperti yang diutarakan Disa pada Adam di depan masjid itu?

Rupanya, kegundahan itu terbaca oleh Adam. Lewat pesan singkat Adam coba memastikan keadaan Disa malam itu. Adam menyampaikan permohonan maafnya atas pertanyaan itu. Sampai akhirnya, di hari berikutnya keduanya bertemu. 

Disa mengutarakan isi hatinya. Disa mau Adam segera menemui orang tuanya. Dan, siang itu Adam janji kalau dia akan menemui kedua orang tua Disa.

"Aku akan bertemu orang tua mu, setelah kamu aku perkenalkan pada bapak ibu" begitu janji Adam sebelum akhirnya menutup hari itu dengan setangkai mawar putih. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Wabup, ‘Siapa Dapat Apa’

Polemik pengisian wakil bupati (wabup) Bogor terus saja bergulir. Tarik menarik kepentingan antara partai politik (parpol) pengusung Rachmat Yasin- Nurhayanti (RAYA) saat pemilihan kepala daerah (pilkada) 2013 membuat suhu politik di Kabupaten Bogor kian memanas. Masing-masing parpol berusaha mempertahankan jagoannya aga r bisa menjadi pendamping Nurhayanti. Segala cara dilakukan agar tujuannya tercapai, apalagi kalau bukan demi kekuasaan. Politik tidak pernah lepas dari kepentingan. Sebab, politik menyangkut ‘ siapa dapat apa’, seperti yang diungkapkan pakar politik Amerika serikat Harold D Lasswell.

Rio... Tolong Jemput Aku

Malam itu, tubuh Rena mendadak menggigil. Suhu tubuhnya lumayan tinggi, sementara posisinya masih di kantor. Beruntung, malam itu pekerjaannya sudah selesai. Tinggal menunggu finishing yang dilakukan rekannya. Sambil rebahan, Rena membaringkan tubuhnya di ruang pojok yang ada di kantor. Ruang itu memang biasa dipakai untuk segala rupa. Ada yang tidur, gosip, makan bareng, solat dan juga rapat setiap awal pekan. Rena melipat tubuhnya untuk mempertahankan suhu tubuh yang malam itu dirasanya nano-nano.  Antara dingin yang menusuk kulit dan panas disertai kepala pusing hingga membuat matanya jadi berair. Dan ujungnya, air mata pun membanjiri wajahnya yang sudah terlihat layu. Sambil menggosok-gosokan tangan Rena coba mengembalikan suhu tubuhnya kembali normal. Itu juga cara dia menghilangkan rasa dingin yang membuat seluruh tubuhnya terasa ngilu. Malam itu sudah cukup larut. Dia pun sempat dilema apakah akan meminta jemput atau memaksa diri untuk pulang sendiri mengendarai moto

Menanti Takdir Tuhan untuk Disa

Adam dan Disa. Hubungan keduanya masih terbilang baik. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini Disa lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Adam. Bukan karena tak suka, tapi karena ia tak ingin terlarut dalam perasaan yang belum jelas ujungnya. Malam itu, sebuah pesan muncul di ponsel Disa. "Besok libur, kemana kita'? begitu isi pesannya. Adam mengajak Disa pergi lagi. Tapi kali ini, gadis itu menolak. Karena alasan terlalu sering bepergian tiap kali libur akhir pekan. Disa memang terbilang wanita aneh. Kadang, ia menyukai berada di tengah keramaian. Berkumpul dengan teman-teman kantornya sesekali. Tapi,ia pun menikmati waktu sendiri, meski hanya bersama laptop dan alunan musik. Disa menolak karena ingin bersama keluarganya. Ia merasa tak enak hati jika tiap libur, ia harus keluar rumah. Lalu kapan waktu untuk ayah, ibu dan saudaranya. Begitu isi pikiran Disa saat mendapat ajakan Adam. Beruntung, Adam cukup pengertian. Keduanya pun gagal bertemu.  Dalam hati Disa,