Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

28 Desember 2014

Ini adalah hari ke-28 aku memegang halaman. Dua halaman koran jadi tanggungjawab ku saat ini. Aku yang mencari berita, aku pula yang mengeditnya. Dan tentu saja, aku yang bertanggungjawab sampai semua tulisan ku jadi satu produk.

Penghujung 2014

Usia ku kini sudah hampir menginjak ke25 tahun. Dan tentunya desakan untuk segera menikah mulai mengusik relung hati. Pertanyaan kapan menikah yang sering dilontarkan rekan ku juga jadi pertanyaan dalam hati ini.  Tapi sayang, aku hanya bisa mengusirnya jauh-jauh dari pikiran. Aku lebih memilih menghabiskan waktu untuk kerjaan sampai akhirnya lupa dengan sendirinya tentang pernikahan.

nothing

pengharapan berlebih hanya akan menghantarkan kita pada rasa kecewa. Kecewa yang ujungnya justru jadi menyalahkan diri sendiri. Dan, merasa jadi orang paling bodoh. Tapi, terkadang kekecewaan juga yang membuat kita jadi makin kuat. Kuat dan bersemangat tuk meraih masa depan yang lebih gemilang. Rasa, merasakan, dan perasaan.

9 September 2014

Hari ini tepat ulang tahun Harian Metropolitan ke-3, 9 September 2014.  Sampai dengan jam segini, beberapa kru redaksi masih sibuk menyelesaikan pekerjaannya. Termasuk saya, yang kedapatan jatah piket.  Di hari yang spesial, Harian Metropolitan juga ingin memberikan suguhan istimewa bagi pembacanya. Jika biasanya harian pagi ini ter bit 16 halaman, untuk hari ini Metro hadir 24 halaman. Dan tentu saja, hasil dan perjuangan cenderung berbanding lurus. Setiap hasil terbaik, selalu dilewati dengan proses yang luar biasa. BUkan perjuangan yang mudah ataupun sekadar asal-asalan.  Sampai dengan pukul 01:00 wib, saya dan beberapa kru redaksi Harian Metropolitan masih di gedung Graha Pena Lantai 2. Koordinator liputan (pak diki), pimpinan redaksi (Pak Somad) turun langsung memastikan semua berjalan lancar. Semakin malam, suasana makin resah. Para pimpinan itu makin tidak sabar ingin segera selesai.  Tapi tetap saja, meskipun suasanan cukup tegang, selalu ada canda tawa yang mewa

Judulnya tentukan sendiri

Bagi setiap orang yang sudah masuk usia dewasa dan lebih tepatnya sudah pantas menikah pasti ada rasa khawatir menghadapi kehidupan setelah pernikahan. Saat menentukan pasangan bukanlah hal mudah. Pasti ada rasa ragu yang tiba-tiba merasuki pikiran. Apa iya orang yang dipilih saat ini adalah imam terbaik untuk dunia ak hirat. Bagaimana bila lelaki itu hanya manis saat pacaran saja.lalu menjadi cuek setelah menikah. Atau bagaimana kalau lelaki itu ringan tangan dan suka berkata kasar. Meski memang ada pula yang setelah menikah justru kebaikannya jauh lebih meningkat ketimbang sebelumnya.

Kota Ini

Kota Ini Dulu saya mengenal kota ini sebagai kota hujan, yang tak lepas dari image sebagai penyumbang kendaraan roda empat. Istilahnya kota sejuta angkot. Tapi ternyata, kota ini punya banyak sebutan. Saya jadi ingat ketika duduk santai sambil menyeruput kopi di kawasan Dr. Semeru. Seorang warga mengeluhkan panasnya kota Bogor yang makin hari makin menjadi-jadi. Bahkan, dia pun mengungkapkan kekecewaannya terhadap pembangunan yang terjadi. Konon, pohon-pohon kenari yang selalu menyambut pendatang dari luar Kota Bogor kini harus berganti jadi bangunan tinggi. Saya juga tidak hafal persis, kondisi Kota Bogor tempo dulu. Karena, saya sendiri bukanlah warga Bogor, melainkan warga Kabupaten Bogor.  Saya juga tidak bisa membandingkan keadaan Bogor zaman dulu dengan saat ini. Tapi yang pasti, setelah hampir 1.5 tahun saya bekerja di Kota Bogor, makin terasa apa yang banyak dikeluhkan warga kebanyakan. Mulai dari kemacetan, suhu cuaca yang makin panas, debu kendaraan bermotor yang

Semarang, Kota Sejuta Rasa :)

Pengalaman Ku Bertemu Anggota Dewan

28 November 2013 Sebatas Coretan Duduk manis menunggu si pemangku jabatan. Dengan bangga sosok itu keluar dari ruangannya, hanya melihat ke arah saya tanpa menggoreskan senyum apalagi menyapa. Lalu menemui rekannya yang jelas-jelas datangnya belakangan, setelah aku menunggunya di ruang tamu dengan jajaran kursi yang tidak lepas dari kesan angkuh Entahlah, merek a si pemangku jabatan seringkali terlampau tinggi hati. Merasa dirinya hebat, berkuasa, dan punya kelasnya. Padahal saat kampanye dulu, keinginan menjadi seorang 'pelayan' terus digembar-gemborkan agar dirinya bisa mewakili suara masyarakat. Jabatan itu membutakan, menggelapkan dan akan menjatuhkan bila si pemangku tersebut tidak bisa menjalankan amanah. Bukan saja tugas dan fungsinya secara normatif tapi cara, sikap dan perilakunya terhadap masyarakat. Berbuat baik ketika ada maunya. Menampilkan sosok tebaik ketika berhadapan dengan orang yang punya jabatan sepadan. Dan seringkali memandang s

Flash-Back :)

Pikiran ku menerawang, kembali ke masa silam. Teringat saat aku masih duduk di bangku kuliah. Berkegiatan di beberapa organisasi yang tidak lepas dari dunia tulis menulis Semua aku jalani sedari awal mengenyam status sebagai mahasiswa. Aku tidak pernah membayangkan bisa masuk di keluarga besar pers mahasiswa Fisip Undip.  Saat itu, aku melihat sungguh keren para senior ku yang ada di sana. Pandai sekali merangkai kata-kata hingga lembaran kertas dihabisi. Sementara aku, diminta menulis cerpen sebanyak tiga lembar lembar saja butuh waktu berminggu-minggu untuk menyelesaikannya. Lucu, sangat lucu. Bahkan aku sempat mneyerah untuk menulisnya. Beruntung, aku memiliki partner yang menyenangkan dan pengertian. Ana.   Dia yang membantu ku untuk menyelesaikan penggalan cerpen yang masih kurang.  Foto narsis di wisma brayan bareng Ana (kerudung cokelat) Di mata senior ku yang lain, cerpen itu adalah tulisan paling mudah diantara semua tulisan. Tapi buat ku, hal itu sep

Lelakiii 'Laki'

Lelaki yang baik adalah dia yang bisa menghargai perempuan, sekalipun si perempuan tersebut belum bisa menghargai dirinya sendiri. Karena sejatinya, lelaki adalah imam yang seharusnya bisa membimbing, menjadi panutan. Bukan dia yang mengucapkan sayang lalu mengekploitasi si perempuan untuk kesenangannya sesaat. Atau dia yang membiarkan si perempua n menjual harga dirinya demi apapun yang melatarbelakanginya. Juga bukan dia yang memberikan perhatian hanya pada satu gadis yang jadi targetnya. Tapi, bagaimana dia menghormati setiap perempuan bahkan seluruh perempuan dengan menjaga dan melindunginya. Tidak berarti perempuan lemah sehingga harus dijaga. Tapi itu sebagai wujud, bukti kalau dia menganggap perempuan sebagai ciptaan Allah yang berharga. Bukan melindungi dengan dekapan erat ataupun pelukan mesra. Tapi justru menutupi apa yang menjadi mahkotanya. Mengingatkan tanpa mendikte apalagi menggurui.

Coretan usai Pilpres 2014

Coretan usai Pilpres 2014    Hari ini pemilihan presiden (pilpres) telah usai. Sayangnya, akhir pesta demokrasi ini harus ditutup dengan aksi saling caci maki antar kubu pasangan capres-cawapres. Lontaran kata-kata pedas,manis, asin terus berteriak melalui broadcast bb yang tak henti-hentinya. Orang yang pro pasangan A, akan serta merta menuduh, me nuding, menjelek-jelekkan pasangan B. Begitupun pula sebaliknya. Dan saya melihat virus narsisme kian mewabah diantara pendukung pasangan calon. Masing-masing menjagokan diri, menunjukkan kelebihan dirinya untuk meyakinkan kalau dirinya memiliki kapasitas sebagai pemimpin bangsa. Ada yang menunjukannya melalui tayangan berbayar alias iklan. Bersikap ramah, padahal hati sebenarnya siapa yang tahu. Saya juga miris, ketika salah satu stasiun televisi yang dikenal dengan pemberitaannya justru dipojokkan lantaran dianggap menyebarkan informasi yang tidak akurat. Saya tidak membela kubu A atau B. Saya hanya merasa prihati

Pemiluuuu

Tepat 10 hari jelang pemilu, setiap caleg makin sibuk mempersiapkan dirinya menuju parlemen. Memperebutkan kursi kosong,dengan berbagai upaya, trik, dan strategi. Bahkan tidak sedikit yang mengobralkan tokoh-tokoh nasional andalan dari setiap kendaraan yang ditumpangi. Berbagai isu dilempar ke publik, seolah dirinya benar-benar peduli pada rakyat kecil. Pendidikan gratis, kesehatan murah, sampai dengan program usaha yang dijanjikan bisa memberi pinjaman modal untuk menjadi seorang enterpreneur. Tapi sayangnya, entah lupa atau memang tidak peduli. Empat hari setelah pencoblosan 9 April mendatang, siswa-siswi SMA/SMK yang kebanyakan merupakan pemilih pemula tidak digubris oleh para calon wakil rakyat. Jadi pertanyaan ketika mereka mengunggulkan program pendidikan, tapi sasarannya sendiri tidak dirangkul. Mereka justru sibuk dengan pembagian sembako, kerudung ataupun beberapa lainnya. Sementara kesiapan para siswa kelas XII sendiri tidak diperhatikan. Bahkan disi

Profesi

Agak miris memang bila melihat profesi yang harus dibungkus dengan kebanggaan berlebih. Rasa bangga yang seringkali mengabaikan aturan ataupun etika. Parahnya, kalau profesi itu dijadikan tameng golongan tertentu. Kalau ditelusuri arti profesi, maka kata profesi tidak akan jauh dengan makna profesional dan p rofesionalitas. Artinya selain memang ahli di bidangnya, profesi juga wajib menjunjung tonggi profesionalitas. Itulah alasannya mengapa setiap profesi selalu disertai dengan kode etik. Ada pasal-pasal yang mengatur bagaimana seorang profesional melaksanakan tugas dan kewajibannya di bidang tertentu. Kalau apa yang dilakukan menyimpang dari kode itu, maka profesionalitas pun dipertanyakan dari profesi yang melekat. Sama halnya dengan profesi yang saat ini melekat dalam diri saya. Meski baru setahun, tapi saya berusaha belajar menjadi seorang profesional yang menjunjung tinggi kode etik jurnalistik.  Saya memang tidak hafal dengan isi kode etik. Tapi poin yang sela

May 29 · Semarang Aku Suka

Semarang Aku Suka Aku baru sempat menuliskan perjalanan saat berkunjung ke Semarang. Senang rasanya, bisa kembali ke kota itu. Meskipun hanya beberapa jam aku menikmati suasana di sana, tapi sungguh sangat berkesan. Perjalanan itu jadi pelipur kerinduan yang selama ini tertahan. 1 Tahun 10 bulan aku memendamnya, sejak 18 Juli 2012 aku meninggal kan kota itu. Aku tiba di Semarang pukul setengah lima sore. Waktu itu, aku bersama Anggita sedulur Au, langsung ke Stasiun Tawang. Aku harus pesan tiket untuk keberangkatan malam itu juga. Beruntung punya saudara yang baik hati dan tidak sombong. Aku dan unyil sapaan akrab anggita, diantar mas Ali dan mba sus ke stasiun bersama dengan sedulur lainnya. Ada mas greg, mba intan dan mas dito. Oiya satu lagi si cantik aya, buah cinta dari mas ali dan mba sus. Perjalanan pulang dari Salatiga menuju Semarang Aku dan mereka baru saja menghadiri resepsi pernikahan sedulur Ctr di Salatiga. Akhirnya, aku ikut rombong

Pileg OH PIleg

Malam ini, Waktu menunjukkan pukul 23:20 wib. Saya masih disini, di salah satu Kantor kecamatan yang ada di Bogor. Kalau saya perhatikan, hanya ada dua perempuan yang tetap bertahan disini, yaitu saya dan saksi parpol yang tengah asik mendengarkan pembacaan perolehan suara. Kebanyakan yang ada disini adalah kaum adam. Beberapa orang di sekelilin g seolah aneh melihat anak perempuan jam segini masih berkeliaran di luar. Pandangan mereka mengatakan sedang apa saya disini. Ada beberapa wajah yang saya kenal. Mereka adalah saksi parpol yang saya ketahui setelah melakukan aksi SKSD alias Sok Kenal Sok Deket. Mereka hanya tersenyum dan sesekali menyapa. Dari raut wajahnya, tampak wajah heran dengan apa yang saya lakukan malam ini. Duduk manis sambil melihat jalannya proses rekapitulasi perolehan suara yang sangat membosankan dan menjemukan. Tapi justru saya mendapat satu pengalaman yang tak akan terlupakan. Pengalaman ikut dalam pemilihan legislatif dan mengawal proses

Liputan Merinding...

00:23 saya baru sampai di rumah. Sebelumnya,senin (5/5) saya nyaris tiba di rumah pukul 02:30 wib. Dan yang paling luar biasa, sudah dua hari berturut-turut ini saya mendapat 'surprise' dari kantor untuk liputan kriminal. Pertama, karena waktu itu saya piket. Dan selasa kemarin, kebetulan saat saya masih berada di lokasi yang tidak jauh dari sumb er berita (polres) jadi mau gak mau terima tugas. Ternyata menulis berita kriminal itu super duper sulit. Otak ini dibuat memutar-mutar gara-gara berita kriminal. Dan dua-duanya juga terkait dengan kasus asusila. Hmmm, Menulis satu berita kriminal ternyata jauh lebih sulit dari berita politik ataupun pemerintahan. Bahkan waktu saya habis untuk menyusun kata dari kronologis. Ah entahlah.., sulit untuk menceritakan kronologis kejadian. Hari ini benar-benar melelahkan dan aku tidak senang. Karena berita yang aku buat tidak sempurna.