Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2017

Menanti Takdir Tuhan untuk Disa

Adam dan Disa. Hubungan keduanya masih terbilang baik. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini Disa lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Adam. Bukan karena tak suka, tapi karena ia tak ingin terlarut dalam perasaan yang belum jelas ujungnya. Malam itu, sebuah pesan muncul di ponsel Disa. "Besok libur, kemana kita'? begitu isi pesannya. Adam mengajak Disa pergi lagi. Tapi kali ini, gadis itu menolak. Karena alasan terlalu sering bepergian tiap kali libur akhir pekan. Disa memang terbilang wanita aneh. Kadang, ia menyukai berada di tengah keramaian. Berkumpul dengan teman-teman kantornya sesekali. Tapi,ia pun menikmati waktu sendiri, meski hanya bersama laptop dan alunan musik. Disa menolak karena ingin bersama keluarganya. Ia merasa tak enak hati jika tiap libur, ia harus keluar rumah. Lalu kapan waktu untuk ayah, ibu dan saudaranya. Begitu isi pikiran Disa saat mendapat ajakan Adam. Beruntung, Adam cukup pengertian. Keduanya pun gagal bertemu.  Dalam hati Disa,

Geng Pecel: Beda tapi Bersama

Geng Pecel. Tidak pernah habis untuk menceritakan soal geng ini. Hanya terdiri dari empat wanita dari latar berbeda, Tapi buat saya mereka turut memberikan pelajaran bagaimana sesama manusia saling berhubungan baik, Meski harus beda keyakinan, pemikiran, sifat dan karakter. Tahun ini genap 10 tahun kami menjalin hubungan pertemanan. Ah, rasanya lebih dari kata teman. Karena, kami sudah dekat seperti saudara. Dimulai dari Bebet. Mantan Ketua Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) Fisip Undip. Dia beragama kristen protestan. Dia juga terbilang orang taat beribadah dan tergolong aktivis gereja. Bahkan, setiap kali kita makan bareng, wanita berambut ikal itu yang paling terakhir untuk melahap makanan di meja. Karena, dia berdoa panjang sekali sambil memjamkan mata. Berlanjut dengan Veny. Dia juga aktivis gereja. Agamanya Kristen Katholik. Entah berapa kali ia diundang komunitas gereja jadi pembicara. Sejak kuliah dia juga aktif di Pelayanan Rohani Mahasiwa Katholik (PRMK) Fisip Undip

Semarang Aku Suka, Bogor Aku Cinta

Semarang dan Bogor. Dua kota yang turut memberi warna dalam buku cerita saya. Suka dan Cinta. Dua rasa yang mirip tapi punya arti beda. ‘Semarang Aku Suka’. Baru pekan lalu saya akhirnya datang lagi ke kota itu. Kota yang penuh dengan cerita kita. Antara saya, kamu, dia dan mereka. Masih lekat di ingatan saat dulu masih baru baru lepas dari seragam putih abu. Menempati kos tua yang ada persis di depan kampus, hingga mendapatkan pengalaman horor menghuni bangunan angker itu. Masih juga terekam saat dulu mendaftar anggota pecinta alam karena ajakan teman. Tapi di tengah perjalanan, dia malah mengundurkan diri. Dan, si anak rumah yang pingin banget jadi host petualangan tetap ikuti prosesnya karena bayang-bayang Riani Djangkaru yang tengah top saat itu. Juga masih terukir jelas, bagaimana cerita pengalaman pertama mendaki gunung yang ternyata beda jauh dengan piknik di alam bebas. Pulang larut malam sampai pukul 02:00 wib demi meliput konser THE SIGIT sampai

Perjalanan

"Kamu sales apa wartawan? Tiap balik liputan bawanya brosur HP,"begitu celetuk rekan kerjaku.  Aku hanya tersenyum. Karena memang aku masih anak baru. Bagiku tak masalah dengan ungkapan itu. Apalah artinya penilaian orang, toh dinilai baik pun tidak membuat gajiku langsung berlipat. Pun sebaliknya dicibir pun tidak juga membuat gajiku dipotong. Begitu pikiran ku saat itu. Aku juga masih bingung ketika ditanya kenapa masih betah di tempat aku belajar sekaligus berkarya. Yang aku ingat, latar di mana aku bekerja adalah sama dengan yang pernah muncul di mimpi saat dulu aku bingung memilih konsentrasi kuliah. Antara komunikasi strategis dan jurnalistik.  Keputusannya, aku ambil bidang jurnalistik. Karena saat itu aku bermimpi berada dalam satu ruangan berjajar. Aku ada di sana. Mulanya aku pikir, latar itu adalah Berita Kampus, karena kebetulan aku juga gabung dengan organisasi itu.  Tapi setelah lulus, dan aku terdampar di tempat sekarang memori ku mendadak berpu

Petanda Apa? (Bag. I)

Malam itu,seorang lelaki datang menjemput Disa, Adam namanya, Dia lelaki  yang pernah menyatakan perasaannya pada Disa. Mereka berdua memang berhubungan baik, tapi Disa menganggapnya sekadar teman. Sampai sebuah perasaan mendadak mengganggu tidur malamnya. Di setiap sujud Disa sering bertanya sosok lelaki yang betul betul diridhoi Tuhan untuk jadi imamnya sampai akhirat. Entah kebetulan atau apa namanya,  selalu sosok Adam yang muncul. Beberapa kali Tuhan mengirimkan lelaki itu saat-saat Disa dalam keadaan darurat dan genting. Sampai di malam itu, saat Adam mengirimkan pesan teks ingin bertemu. Disa masih takut, Ia takut memberi harapan berlebih jika mengamini permintaan itu. Tapi, ia juga tak bisa menolak keinginan orang yang selama ini sudah begitu baik padanya. Orang tua Disa juga menyuruhnya untuk belajar membuka hati. "Enggak ada salahnya kamu menjalin, biar tahu satu sama lain. Jangan terlalu tertutup,"begitu celetuk ibunda. Akhirnya malam itu

"Aku tak Bisa Menulis"

"Aku enggak bisa nulis mas,"begitu kata ku pada seorang senior di sebuah Lembaga Pers Mahasiswa dulu. "Lha piye to, masuk anak pers ya harus belajar nulis.Nulis ki emang kudu mikir, Ojo mbok padake mbe munggah gunung,"cetus lelaki berkacamata dari balik jendela. Aku hanya terdiam. Sambil selonjoran di sekretariat, aku masih berpikir keras untuk menulis sebuah cerita pendek (cerpen). Wajahku sudah terliat kepusingan, karena deadline buletin sebentar lagi tiba. Sedangkan, jatahku menulis cerpen belum juga selesai. Hingga lagi-lagi seorang sneior perempuan datang dan menegur. "Kami kenapa kok puisng gitu,"tanya wanita berhijab itu sambil menatap wajahku penuh heran. Masih tengkurap dengan laptop di hadapan, aku bilang sedang kepusingan menulis cerpen. Spontan, dia kembali menyelutuk "Ya ampun, tak pikir pusing ngopo. Jebule mung soal kacang goreng (sebutan cerpen di buletin,red). Kayak gitu ngapain kamu bikin pusing, itu tugas paling mudah

Kado 27 Tahun

Februari 2017 Sebuah pesan datang dari seseorang. Isinya mengejutkan sekaligus melegakan. "Aku mau menikah", begitu tulisnya. Air mata mendadak tumpah. Perasaan bercampur aduk. Bahagia yang terluka. Di bulan dan tanggal  yang sama, kejutan lain juga datang. Sebuah kado terbungkus rapi sudah ada di meja kerja. Pengirimnya tak pernah menampakkan wajahnya. Hanya tulisan 'secret admire' yang ditinggalkan, Lengkap juga dengan pesannya "Jaga kesehatan ya,"begitu bunyi pesannya. Selang beberapa hari, masih di bulan sama kejutan kembali datang. Kali ini seseorang yang tak asing datang. Sebuah kado mungil ia berikan. Tak banyak kata, "Semoga suka", begitu katanya. Tak lama dari itu semua, pesan bahagia mendadak muncul. Isinya menjadi penawar semua rasa yang berkecamuk. Kegiatan baru yang akhirnya mengalihkan perasaan yang menumpuk. -Terimakasih Kado 27 Tahun-

SLIP GAJI

Malam itu, Juminten tiba-tiba murung di kamarnya. Padahal sudah masuk awal bulan. Biasanya, senyum ceria terlihat di wajahnya begitu sang suami memberikan uang bulanan. Tapi, tidak dengan malam itu. “Ini dek, gaji bulan ini,”kata Sudirman, suami Juminten. Juminten pun mengambilnya. Namun, ia heran karena tak ada slip gaji yang biasanya selalu disertai. Saat ditanya,kemana slip gajinya. Sang suami hanya menjawab lupa sambil bergegas menuju ke kamar mandi Juminten masih bertanya-tanya di hatinya. Tak biasanya, sang suami menyerahkan gaji tanpa slip resmi perusahaan. Akhirnya, uang itu diletakkannya di atas meja Sudirman, lengkap dengan amplopnya. Juminten tak mengambil sepeser pun uang itu. Namun, wajahnya mendadak berubah jadi masam. Sang suami yang baru keluar dari kamar mandi pun dibuatnya heran. Bukan lagi kata manis yang didengarnya, melainkan hanya ucapan datar. “Makanan sudah disiapkan di dapur,”kata Juminten sambil berlalu. Sudirman pun masih bingung. Se