Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Maafkan aku, Dafa...

"Kamu pulang jam berapa?" ujar nya di pesan teks. "Agak malam, mungkin jam delapan malam" jawab ku sambil mempersiapkan semua dokumen untuk presentasi besok.  Saat itu jam di dinding kantor masih menujukan pukul 19:10 wib. "Oh begitu, yasudah kalau begitu aku langsung pulang saja" balasnya.  Aku pun bergegas merapikan semua pekerjaan kantor dan membereskan semua laporan yang akan dibawa besok. Rupanya tak sampai pukul delapan malam, pekerjaan sudah selesai. Aku pun membalas pesannya.  "Baiklah, hati hati di jalan. Kita bertemu besok saja di tempat biasa," ujar ku sekitar 15 menit kemudian.  Saat itu pula, aku langsung menuju mobil dan bergegas pulang. Ya, aku berharap malam itu bisa berama-lama mengobrol dengannya yang sudah lebih dulu pulang. Dan lagi, malam itu sudah mulai turun rintik hujan jadi aku buru-buru ingin sampai di rumah.  30 menit berselang, aku pun sampai di gerbang rumah. Masih di teras rumah, aku

Insyaallah, Kamu Jodohku (1)

"Minggu depan aku mau menemui bapak ibu ya" ujar Ama pada Ari. "Iyess....,"jawab Ari dalam hati. Ari senang sekali mendengar kalimat itu. Ia tak sabar menunggu kedatangan calon suaminya. Ia ingin Ama mengutarakan perasaannya langsung pada bapak ibunya. Setidaknya, itu bisa jadi pengikat hubungannya sambil menanti hari bahagia itu tiba. Dug...dug... Allahu Akbar..... Allahu akbar.... Suara bedug adzan dzuhur sudah terdengar. Tak terasa, sudah pukul 12:00 wib. Sabtu siang. suasana hari itu cerah sekali. Ama janji akan ke rumah Ari. Wanita yang sempat menolak lelaki itu akhirnya benar-benar jatuh hati. Ari menunggu kedatangan Ama yang bilang akan ke rumah siang hari. Tapi, sampai pukul 14:00 wib, tidak ada kabar darinya. Sosok lelaki itu tidak juga muncul di rumahnya. " Mbak, mas mu jadi ke rumah tidak," kata ibunda Ari menanyakan. "Jadi bu, sepertinya sore,"jawab Ari pada sang bunda, "oh.., yasudah. Ibu mau istrirahat dulu,

Cintai Pekerjaanmu

"Cintai pekerjaan mu, maka pekerjaan itu akan berbalik mencintai dan memberikan yang terbaik untuk kita" Menulis. Inilah pekerjaan ku, yang sudah dirintis sejak duduk di bangku kuliah. Awalnya sempat sangsi dengan kemampuan menulis. Apalagi, sampai dengan semester akhir seorang dosen pernah mengkritik tulisan ku yang berantakan. "Tulisan mu jelek sekali" ujarnya sembari membaca proposal skripsi. Tapi akhirnya, sang dosen meralat ucapannya begitu melihat mata ku yang berkaca-kaca. Lucu kalau dikenang. Sedangkan saat ini aku setiap hari disuguhkan banyak tulisan. Dan aku bersyukur karena memiliki  atasan yang secara tidak langsung mengasah kemampuan ku menulis. Aku selalu merasa tertantang untuk menuntaskan tanggungjawab darinya. Walaupun, dalam pengerjaannya kadang membuat dahi mengkerut. Tapi, di sisi lain aku bahagia karena otak ku dilatih untuk berpikir. Belajar mengolah, menyusun sekaligus mengembangkan  kalimat menjadi sebuah tulisan. Awalnya se

Kehendak Mu

"Kamu itu enggak peka, susah didekati,"begitu celetuk seorang rekan kerja. Ya, kata--kata itu masih terngiang di telinga Ari. Seorang wanita yang selama ini sibuk dengan pekerjaannya hingga tak pernah mempedulikan sekitar. Termasuk, memperhatikan sosok lelaki yang menyukainya. Dalam pikirannya, semua lelaki itu sama saja. Mungkin karena pengalaman pahitnya, dia jadi tidak terlalu peduli dengan perasaan lelaki. Buat dia, rasa suka, tertarik seseorang pada dirinya adalah hak mereka sendiri. Bukan urusan Ari. Terlalu egois memang kalau melihat cara berpikir Ari. Bahkan, ia tak segan menjaga jarak dengan lelaki yang coba mendekatinya. Mungkin orang yang baru mengenal Ari akan mecapnya 'sok jual mahal'. Tapi, Ari tidak pernah mempedulikannya. Karena dia terlalu asik dengan dunianya sendiri. Apalagi kalau bukan dunia kerjanya yang membuat energinya terkuras dari pagi hingga bertemu malam hari. Ari terbilang tertutup untuk urusan cinta. Apalagi sejak ia ditinggal

Hai kamu...

Hai, kamu... Maaf sudah membuat mu lama menunggu.  Menanti jawaban setiap waktu. Sampai akhirnya Allah sendiri yang membukakan pintu. Hai, kamu... Aku merasa ini seperti mimpi.  Tak disangka, sedekat ini jarak seseorang yang aku tunggu. Mungkin dulu aku sibuk mencari Sampai sering mengabaikan kedatanganmu Hai, kamu... Aku selalu tandai kemana kita pergi. Tempat yang pernah kita kunjungi Semuanya sering membuat aku tersipu malu Hai kamu... Di atas sajadah. ku titipkan rasa rindu Semoga Allah mudahkan segala urusan Sampai kita berdua berdiri di atas pelaminan Aamiin "kamu, satu kata yang bisa membuat aku tersenyum"

Mawar Putih dan Janji Adam

Air mata Disa langsung membasahi pipinya begitu ia sampai di rumah. Malam itu hatinya seperti terasa sesak. Pertanyaan Adam memenuhi isi kepalanya, hingga perlahan ada rasa yang menyayat hati. Pikiran Disa bercampur aduk. Bagaimana pun, sejak ia memutuskan jalan dengan Adam rasa kagum itu telah berubah menjadi rasa lain. Tapi saat itu, Disa tak berani bilang sayang ataupun cinta, sebelum lelaki yang sudah dua tahun menunggunya itu datang melamar dan menghalalkannya. Disa memendam rasa itu. Meskipun ada keinginan untuk mengutarakannya tiap kali mereka berbalas pesan. Hampir tiap malam, Adam selalu menunggu Disa pulang. Hingga suatu  hari Adam menanyakan sesuatu pada Disa. Malam itu,  mereka berdua dalam perjalanan pulang. Disa baru saja menemani Adam bertemu dengan teman-temannya. Suasana yang semula cair mendadak dingin begitu pertanyaan itu keluar. "Kalau ada lelaki lain yang datang melamarmu sebelum aku, apa kamu akan tetap menerimanya" tanya Adam saat perjalanan

Menunggu 100 Persen

Meja kerja Disa masih penuh dengan tumpukan buku. Banyak yang harus diselesaikannya sebagai seorang konsultan. Pagi itu, ia berangkat menggunakan transportasi umum. Karena, mobilnya sedang diperbaiki.  Disa orang yang simple. Ibarat tak ada rotan, akar pun jadi. Disa tak masalah harus berdesak-desakan bersama penumpang lainnya di bus kota yang begitu sesak. Tiba jam pulan kantor, sebuah pesan pun muncul. Lagi-lagi nama Adam yang muncul di layar ponselnya. "Kamu mau pulang jam berapa? Nanti aku jemput ya,"begitu pesan yang dikirimkan Adam lewat pesan singkat.  Sambil menyelesaikan pekerjaannya, Disa hanya melihat isi pesannya, sambil pikirannya berputar-putar. Disa tak biasa merepotkan orang lain. Bahkan, ia lebih suka membayar orang untuk menjemputnya, tanpa harus membebani orang lain.  Disa sempat menahan jawabannya.Meski ujungnya, ia pun berusaha menolak. "Aku dijemput ayah. Kamu enggak perlu repot menjemput,"jawab Disa.  "Kasiha

Setangkai Mawar untuk Disa

"Ini untuk kamu" ucap Adam sembari menyodorkan setangkai mawar pada Disa. Sebelum beranjak dari mobil, Adam memberikan bunga itu yang sudah dipersiapkan di kursi belakang. Entah apa maksudnya, tapi Disa sendiri sebenarnya masih belum terbiasa mendapatkan bunga itu dari seorang lelaki. Seingat Disa bunga yang sama pernah diberikan kakak kelasnya saat dulu dia masih kuliah. Tapi itu sudah lama sekali. Tapi tak ada alasan Disa menolak bunga pemberian Adam.Meskipun dalam hatinya ada rasa yang bercampur aduk. Disa sering dihantui rasa takut dengan romantisme yang diberikan seseorang yang belum menjadi pasangan halal. Takut jika itu hanya semu. Sama seperti ketika dulu ia mengikat perasaannya pada seseorang yang diyakini Disa benar benar cinta tapi justru sebaliknya. Kegagalannya saat itu menjadi pelajaran berharga untuk Disa. Hingga ia pun berhati-hati membuka pintu hatinya untuk seseorang. Termasuk, membuka pintu itu untuk Adam. Lelaki yang selama ini hampir selalu ada s

Petanda Apa (Bag II)

Pagi itu, pikiran Disa melayang-layang. Banyak hal yang tiba-tiba mengusik hati dan pikirannya. Ia seperti berada di persimpangan jalan hingga bingung menentukan jalan. Kemunculan Adam memang sedikit membuka hatinya untuk belajar menerima orang lain. Tapi entah kenapa saat Disa mulai dekat, tiba-tiba Tama hadir lagi dalam kehidupannya. Lelaki yang pernah disukai Disa tapi hanya dipendam. Disa tahu kalau Tama sudah memiliki kekasih. Saat itu pula Disa mengubur perasaannya. Ia tutup pintu hati untuk lelaki jangkung itu. Hingga suatu hari, Allah mempertemukan keduanya. Disa dan Tama hadir dalam sebuah acara temannya. Keduanya masih seperti dulu.Tama tak pernah tahu kalau selama ini Disa menyukainya. Bahkan, dalam setiap sujudnya, Disa selalu minta agar Allah memberikan hidayah untuk lelaki itu. Hingga, doa itu pun terjawab. Hampir lima tahun mereka berpisah, Disa mendapat kabar kalau Tama sudah menjadi seseorang yang lebih baik. Kemunculan Tama terus membayangi hari Disa. Sayan

'Headline-nya apa?'

Setiap hari, kalimat itu selalu membayangi hari-hari saya. Apalagi sejak memegang halaman utama. Hampir setahun, saya dipercaya memegang halaman muka koran. Rasanya? Ah luar biasa. Beruntung saya punya memiliki pemimpin yang baik hati. Meskipun orangnya keras, tapi beliau selalu memberikan saya solusi dan mentransferkan pemikirannya yang luar biasa hingga mau tak mau diri ini mengikuti. Dari beliau juga saya belajar, bagaimana menentukan headline, membuat judul berita. Meski tidak selalu benar dan tepat, Tapi setidaknya Allah mengirimkan beliau untuk mengajari saya banyak hal. Judul itu menjadi kekuatan. Dan untuk mendapatkannya tentu tidak mudah. Kebanyakan waktu habis untuk menentukan judul dan lead (kepala berita,red). Karena, dua itu yang jadi kekuatan apakah koran ini mau dibaca atau tidak. Dan harus diakui, ketika dua hal itu sudah didapat, maka sangat mudah untuk kembali melanjutkan tulisan hingga ke bagian tubuh dan akhir berita. Tapi tentu saja, untuk mendapatkannya seo

Menanti Takdir Tuhan untuk Disa

Adam dan Disa. Hubungan keduanya masih terbilang baik. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini Disa lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Adam. Bukan karena tak suka, tapi karena ia tak ingin terlarut dalam perasaan yang belum jelas ujungnya. Malam itu, sebuah pesan muncul di ponsel Disa. "Besok libur, kemana kita'? begitu isi pesannya. Adam mengajak Disa pergi lagi. Tapi kali ini, gadis itu menolak. Karena alasan terlalu sering bepergian tiap kali libur akhir pekan. Disa memang terbilang wanita aneh. Kadang, ia menyukai berada di tengah keramaian. Berkumpul dengan teman-teman kantornya sesekali. Tapi,ia pun menikmati waktu sendiri, meski hanya bersama laptop dan alunan musik. Disa menolak karena ingin bersama keluarganya. Ia merasa tak enak hati jika tiap libur, ia harus keluar rumah. Lalu kapan waktu untuk ayah, ibu dan saudaranya. Begitu isi pikiran Disa saat mendapat ajakan Adam. Beruntung, Adam cukup pengertian. Keduanya pun gagal bertemu.  Dalam hati Disa,

Geng Pecel: Beda tapi Bersama

Geng Pecel. Tidak pernah habis untuk menceritakan soal geng ini. Hanya terdiri dari empat wanita dari latar berbeda, Tapi buat saya mereka turut memberikan pelajaran bagaimana sesama manusia saling berhubungan baik, Meski harus beda keyakinan, pemikiran, sifat dan karakter. Tahun ini genap 10 tahun kami menjalin hubungan pertemanan. Ah, rasanya lebih dari kata teman. Karena, kami sudah dekat seperti saudara. Dimulai dari Bebet. Mantan Ketua Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) Fisip Undip. Dia beragama kristen protestan. Dia juga terbilang orang taat beribadah dan tergolong aktivis gereja. Bahkan, setiap kali kita makan bareng, wanita berambut ikal itu yang paling terakhir untuk melahap makanan di meja. Karena, dia berdoa panjang sekali sambil memjamkan mata. Berlanjut dengan Veny. Dia juga aktivis gereja. Agamanya Kristen Katholik. Entah berapa kali ia diundang komunitas gereja jadi pembicara. Sejak kuliah dia juga aktif di Pelayanan Rohani Mahasiwa Katholik (PRMK) Fisip Undip

Semarang Aku Suka, Bogor Aku Cinta

Semarang dan Bogor. Dua kota yang turut memberi warna dalam buku cerita saya. Suka dan Cinta. Dua rasa yang mirip tapi punya arti beda. ‘Semarang Aku Suka’. Baru pekan lalu saya akhirnya datang lagi ke kota itu. Kota yang penuh dengan cerita kita. Antara saya, kamu, dia dan mereka. Masih lekat di ingatan saat dulu masih baru baru lepas dari seragam putih abu. Menempati kos tua yang ada persis di depan kampus, hingga mendapatkan pengalaman horor menghuni bangunan angker itu. Masih juga terekam saat dulu mendaftar anggota pecinta alam karena ajakan teman. Tapi di tengah perjalanan, dia malah mengundurkan diri. Dan, si anak rumah yang pingin banget jadi host petualangan tetap ikuti prosesnya karena bayang-bayang Riani Djangkaru yang tengah top saat itu. Juga masih terukir jelas, bagaimana cerita pengalaman pertama mendaki gunung yang ternyata beda jauh dengan piknik di alam bebas. Pulang larut malam sampai pukul 02:00 wib demi meliput konser THE SIGIT sampai

Perjalanan

"Kamu sales apa wartawan? Tiap balik liputan bawanya brosur HP,"begitu celetuk rekan kerjaku.  Aku hanya tersenyum. Karena memang aku masih anak baru. Bagiku tak masalah dengan ungkapan itu. Apalah artinya penilaian orang, toh dinilai baik pun tidak membuat gajiku langsung berlipat. Pun sebaliknya dicibir pun tidak juga membuat gajiku dipotong. Begitu pikiran ku saat itu. Aku juga masih bingung ketika ditanya kenapa masih betah di tempat aku belajar sekaligus berkarya. Yang aku ingat, latar di mana aku bekerja adalah sama dengan yang pernah muncul di mimpi saat dulu aku bingung memilih konsentrasi kuliah. Antara komunikasi strategis dan jurnalistik.  Keputusannya, aku ambil bidang jurnalistik. Karena saat itu aku bermimpi berada dalam satu ruangan berjajar. Aku ada di sana. Mulanya aku pikir, latar itu adalah Berita Kampus, karena kebetulan aku juga gabung dengan organisasi itu.  Tapi setelah lulus, dan aku terdampar di tempat sekarang memori ku mendadak berpu

Petanda Apa? (Bag. I)

Malam itu,seorang lelaki datang menjemput Disa, Adam namanya, Dia lelaki  yang pernah menyatakan perasaannya pada Disa. Mereka berdua memang berhubungan baik, tapi Disa menganggapnya sekadar teman. Sampai sebuah perasaan mendadak mengganggu tidur malamnya. Di setiap sujud Disa sering bertanya sosok lelaki yang betul betul diridhoi Tuhan untuk jadi imamnya sampai akhirat. Entah kebetulan atau apa namanya,  selalu sosok Adam yang muncul. Beberapa kali Tuhan mengirimkan lelaki itu saat-saat Disa dalam keadaan darurat dan genting. Sampai di malam itu, saat Adam mengirimkan pesan teks ingin bertemu. Disa masih takut, Ia takut memberi harapan berlebih jika mengamini permintaan itu. Tapi, ia juga tak bisa menolak keinginan orang yang selama ini sudah begitu baik padanya. Orang tua Disa juga menyuruhnya untuk belajar membuka hati. "Enggak ada salahnya kamu menjalin, biar tahu satu sama lain. Jangan terlalu tertutup,"begitu celetuk ibunda. Akhirnya malam itu

"Aku tak Bisa Menulis"

"Aku enggak bisa nulis mas,"begitu kata ku pada seorang senior di sebuah Lembaga Pers Mahasiswa dulu. "Lha piye to, masuk anak pers ya harus belajar nulis.Nulis ki emang kudu mikir, Ojo mbok padake mbe munggah gunung,"cetus lelaki berkacamata dari balik jendela. Aku hanya terdiam. Sambil selonjoran di sekretariat, aku masih berpikir keras untuk menulis sebuah cerita pendek (cerpen). Wajahku sudah terliat kepusingan, karena deadline buletin sebentar lagi tiba. Sedangkan, jatahku menulis cerpen belum juga selesai. Hingga lagi-lagi seorang sneior perempuan datang dan menegur. "Kami kenapa kok puisng gitu,"tanya wanita berhijab itu sambil menatap wajahku penuh heran. Masih tengkurap dengan laptop di hadapan, aku bilang sedang kepusingan menulis cerpen. Spontan, dia kembali menyelutuk "Ya ampun, tak pikir pusing ngopo. Jebule mung soal kacang goreng (sebutan cerpen di buletin,red). Kayak gitu ngapain kamu bikin pusing, itu tugas paling mudah

Kado 27 Tahun

Februari 2017 Sebuah pesan datang dari seseorang. Isinya mengejutkan sekaligus melegakan. "Aku mau menikah", begitu tulisnya. Air mata mendadak tumpah. Perasaan bercampur aduk. Bahagia yang terluka. Di bulan dan tanggal  yang sama, kejutan lain juga datang. Sebuah kado terbungkus rapi sudah ada di meja kerja. Pengirimnya tak pernah menampakkan wajahnya. Hanya tulisan 'secret admire' yang ditinggalkan, Lengkap juga dengan pesannya "Jaga kesehatan ya,"begitu bunyi pesannya. Selang beberapa hari, masih di bulan sama kejutan kembali datang. Kali ini seseorang yang tak asing datang. Sebuah kado mungil ia berikan. Tak banyak kata, "Semoga suka", begitu katanya. Tak lama dari itu semua, pesan bahagia mendadak muncul. Isinya menjadi penawar semua rasa yang berkecamuk. Kegiatan baru yang akhirnya mengalihkan perasaan yang menumpuk. -Terimakasih Kado 27 Tahun-

SLIP GAJI

Malam itu, Juminten tiba-tiba murung di kamarnya. Padahal sudah masuk awal bulan. Biasanya, senyum ceria terlihat di wajahnya begitu sang suami memberikan uang bulanan. Tapi, tidak dengan malam itu. “Ini dek, gaji bulan ini,”kata Sudirman, suami Juminten. Juminten pun mengambilnya. Namun, ia heran karena tak ada slip gaji yang biasanya selalu disertai. Saat ditanya,kemana slip gajinya. Sang suami hanya menjawab lupa sambil bergegas menuju ke kamar mandi Juminten masih bertanya-tanya di hatinya. Tak biasanya, sang suami menyerahkan gaji tanpa slip resmi perusahaan. Akhirnya, uang itu diletakkannya di atas meja Sudirman, lengkap dengan amplopnya. Juminten tak mengambil sepeser pun uang itu. Namun, wajahnya mendadak berubah jadi masam. Sang suami yang baru keluar dari kamar mandi pun dibuatnya heran. Bukan lagi kata manis yang didengarnya, melainkan hanya ucapan datar. “Makanan sudah disiapkan di dapur,”kata Juminten sambil berlalu. Sudirman pun masih bingung. Se