Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

20 Tahun Jual Barang Antik

Empat bulan tidak mendapat penghasilan tidak lantas membuat seorang penjual barang antik, Deddy Ahmad menghentikan usahanya. Meski tuntutan keluarga kerap menghampiri kepala rumah tangga tersebut, namun ia merasa yakin untuk mempertahankan dan menekuni usaha benda-benda tua itu. Di masa itu, lelaki asal Betawi itu bahkan harus berhutang untuk memenuhi kebutuhan istri dan lima anaknya. by: Febriula Sindisari Saat ditemui di tokonya, Nusantara Antique, yang berada di Jalan Raya Pangkalan Satu, Warung Jambu, Bogor, Deddy tengah sibuk mengutak-atik lemari tua bersama empat karyawannya. Dengan menggunakan kaos oblong berwarna putih, celana pendek dan topi, lelaki berusia 59 tahun itu pun menyambut hangat kedatangan Metropolitan. Di toko seluas 300 meter itu, Deddy membuat ruang pameran sekaligus bengkel untuk mereparasi barang antiknya. Di ruang pameran tersebut terlihat sejumlah perabot rumah tangga berbahan kayu memenuhi ruangan. Mulai dari lemari, kursi, meja, sampa

Tapak Arthocaprus Hadirkan Wahan Pembelajaran

Sampah di Sulap Jadi Karya Seni Apakah anda pernah berkunjung ke Desa Tajur Tarikolot? Desa binaan ini sudah terkenal dengan beragam industri rumahnya. Mulai dari industri logam, industri perkakas kebersihan hingga industri pakaian dalam wanita. Selain itu, Desa yang berada di kecamatan Citeureup ini juga terpilih menjadi desa binaan yang masuk dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) PT.Indocement, Tbk. Melalui Yayasan bernama Tapak Atocarpus Citraya, lahirlah pusat belajar masyarakat dengan nama Rumah Pintar (Rumpin) Tapak. Sekolah yang diresmikan 27 Desember 2012 tersebut sengaja ditujukan kepada warga sekitar. Menurut Ketua Yayasan Tapak Arthocaprus, Ade Gunawan, Rumpin ada di tiga desa, di kecamatan Citeureup. Diantaranya desa Tajur, Citeureup dan Pasirmukti. “Kami mendirikan rumah pintar di tiga desa, dengan maksud meningkatkan minat baca dan budaya sejak dini, khususnya untuk anak-anak dan perempuan yang kurang beruntung dalam ekonomi” terangnya

Intip Komunitas Sepeda Gowel Bogor

--> Galakkan Budayakan Bersepeda ke Kantor Kesukaan sekelompok anak muda pada olahraga sepeda membuat enam muda-mudi Bogor sepakat membentuk komunitas sepeda Gowel pada 2006, gagas Dani, Dede, Odri, Inu, Siska, dan Yayat. Komunitas Goel menjadi embrio salah satu cabang Bike to Work Indonesia (komnutas pekerja bersepeda) , yang berpusat di Jakarta. Ketua Komunitas Gowel, Ramadhani Achdiawan, menuturkan pembentukan komunitas pecinta sepeda itu bukan hanya sebagai penyalur hobi, tapi juga sebagai gerakan terhadap pemirintah supaya memperhatikan kebutuhan para pesepeda. ¨Kami ingin agar pemerintah menyediakan fasilitas bagi para pesepeda di Bogor, salah satunya dengan membuatkan lintasan khusu sepeda,¨ ungkap lelaki yang akrab disapa Dani. Saat ditemui Metropolitan di kediamannya, Jalan Tambakan no 3A, Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, lelaki penyuka sepeda gunung ini menceritakan, awalnya ia dan kelima temannya turun ke Jalan Raya Pajajaran membagika

Paguyuban Suvenir Bogor, Komunitas Usaha Cinderamata Bogor

Bertahan dari Gusuran Aparat Penegak perda Melalui Paguyuban Suvenir Bogor, para penjual cindera mata mencoba mempertahankan usahanya dari gusuran petugas penegak perda Kota Bogor. Trotoar disulap para pendagang menjadi tempat menajajakan dagangannya. Semua itu dilakukan demi memenuhi kebutuhan hidup. Para pedagang cinderamata berjajar di sepanjang Jalan Oto Iskandar Dinata, Bogor. Kios masih tampak sepi, beberapa orang keluar masuk dari kios satu ke kios lainnya. Namun kondisi itu tidak membuat para penjual suvenir gentar. Mereka tetap mempertahankan usahanya demi mengais rezeki. Ketua Paguyuban Suvenir Bogor Undang Rahayudin mengatakan, pendirian paguyuban merupakan gerakan perlawanan para pedagang dari gusuran petugas pengelola pasar. Melalui perkumpulan itu, para pedagang mendesak pemerintah supaya memberikan tolerasi untuk berjualan. “ Kami diminta berjualan di dalam plaza. Kalau di dalam pasar, siapa yang mau beli, bayarnya saja sudah mahal¨ terangnya

Upaya Wihardja Kandajaya Melestarikan Kesenian Siam Si

Aja ri Warga, Jadi Kegiatan Ekstrakulikuler Ramah dan hangat menjadi kesan pertama saat Metropolitan menemui salah satu pendiri kesenian barong Siam Si, Wihardja Kandajaya. Kesenian sakral yang biasa muncul dalam perayaan besar masyarakat Tionghoa tersebut terus dipertahankan Wihardja sejak tahun 2000. Dengan mengajak warga setempat yang berasal dari Jalan Roda dan Jalan Suryakencana, akhirnya terbentuklah Kesenian Siam Si Roda Kencana yang terus diwariskan melalui kegiatan ekstrakulikuler wajib di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Widya Ananda.  Bertempat di Jalan Suryakencana, No.121, Kota Bogor, Wihardja melatih peserta didiknya dengan kesenian barong Siam Si yang bentuknya menyerupai seekor bangkong atau kodok dengan badan seperti singa. Kesenian Siam Si telah berkembang sejak 1940. Pada waktu itu, Wihardja aktif di kegiatan Pandu Tionghoa Indonesia. Kesenian Siam Si menjadi begitu populer pada masa itu, bahkan menjadi salah satu kegiatan menonjol diantara kegiatan Pandu