Langsung ke konten utama

Maafkan aku, Dafa...

"Kamu pulang jam berapa?" ujar nya di pesan teks.
"Agak malam, mungkin jam delapan malam" jawab ku sambil mempersiapkan semua dokumen untuk presentasi besok. 

Saat itu jam di dinding kantor masih menujukan pukul 19:10 wib.

"Oh begitu, yasudah kalau begitu aku langsung pulang saja" balasnya. 

Aku pun bergegas merapikan semua pekerjaan kantor dan membereskan semua laporan yang akan dibawa besok. Rupanya tak sampai pukul delapan malam, pekerjaan sudah selesai. Aku pun membalas pesannya. 

"Baiklah, hati hati di jalan. Kita bertemu besok saja di tempat biasa," ujar ku sekitar 15 menit kemudian. 

Saat itu pula, aku langsung menuju mobil dan bergegas pulang. Ya, aku berharap malam itu bisa berama-lama mengobrol dengannya yang sudah lebih dulu pulang. Dan lagi, malam itu sudah mulai turun rintik hujan jadi aku buru-buru ingin sampai di rumah. 

30 menit berselang, aku pun sampai di gerbang rumah.

Masih di teras rumah, aku pun segera mengabarinya kalau aku sudah di rumah. Rupanya, pesan darinya baru masuk. Intinya dia ingin bertemu malam itu.

"Sekarang saja ketemunya, aku juga masih di kantor"begitu bunyi pesan yang masuk.

Membacanya, hatiku seketika ada yang menusuk. Aku merasa bersalah. Saat itu juga aku menelponnya.

"Sayang, aku sudah di rumah. Kamu di mana?"tanyaku.

(Suara kresek-kresek kendaraan terdengar di balik telepon). Lalu dia menjawab kalau dia sudah di jalan menuju pulang. Tapi, nadanya kurang mengenakan.

Akhirnya aku sudahi sambil menunggu kabarnya sampai di rumah. Dan 15 menit berlalu, dia pun akhirnya baru mengabari kalau sudah tiba di rumah.

"Alhamdulillah,"jawabku. Entahlah,  lega rasanya kalau mendengarnya sudah ada di rumah. Mungkin dia juga merasakan hal sama tiap kali aku belum sampai rumah.

Malam itu kami tetap komunikasi. Tapi dia tampak berbeda. Aku pun tak memaksanya bicara, walaupun aku ingin mendengar ceritanya. 

Keesokan harinya kami pun akhirnya bertemu. Saat itulah aku tahu kalau ternyata dia menunggu ku pulang di kantor. Ya, setengah jam dia bertahan di tengah gerimis menunggu aku pulang. berharap, malam itu bisa bertemu tapi ternyata aku sudah pulang dan sampai di rumah.  Padahal, malam itu dia tengah ada masalah dan ingin bercerita. 

Aku tak sampai  hati mendengarnya. Rasa bersalah, sedih, terharu, bercampur jadi satu. 

"Maafkan aku Dafa"ujar Rania sambil menatap wajahnya. 





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Wabup, ‘Siapa Dapat Apa’

Polemik pengisian wakil bupati (wabup) Bogor terus saja bergulir. Tarik menarik kepentingan antara partai politik (parpol) pengusung Rachmat Yasin- Nurhayanti (RAYA) saat pemilihan kepala daerah (pilkada) 2013 membuat suhu politik di Kabupaten Bogor kian memanas. Masing-masing parpol berusaha mempertahankan jagoannya aga r bisa menjadi pendamping Nurhayanti. Segala cara dilakukan agar tujuannya tercapai, apalagi kalau bukan demi kekuasaan. Politik tidak pernah lepas dari kepentingan. Sebab, politik menyangkut ‘ siapa dapat apa’, seperti yang diungkapkan pakar politik Amerika serikat Harold D Lasswell.

Rio... Tolong Jemput Aku

Malam itu, tubuh Rena mendadak menggigil. Suhu tubuhnya lumayan tinggi, sementara posisinya masih di kantor. Beruntung, malam itu pekerjaannya sudah selesai. Tinggal menunggu finishing yang dilakukan rekannya. Sambil rebahan, Rena membaringkan tubuhnya di ruang pojok yang ada di kantor. Ruang itu memang biasa dipakai untuk segala rupa. Ada yang tidur, gosip, makan bareng, solat dan juga rapat setiap awal pekan. Rena melipat tubuhnya untuk mempertahankan suhu tubuh yang malam itu dirasanya nano-nano.  Antara dingin yang menusuk kulit dan panas disertai kepala pusing hingga membuat matanya jadi berair. Dan ujungnya, air mata pun membanjiri wajahnya yang sudah terlihat layu. Sambil menggosok-gosokan tangan Rena coba mengembalikan suhu tubuhnya kembali normal. Itu juga cara dia menghilangkan rasa dingin yang membuat seluruh tubuhnya terasa ngilu. Malam itu sudah cukup larut. Dia pun sempat dilema apakah akan meminta jemput atau memaksa diri untuk pulang sendiri mengendarai moto

Menanti Takdir Tuhan untuk Disa

Adam dan Disa. Hubungan keduanya masih terbilang baik. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini Disa lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Adam. Bukan karena tak suka, tapi karena ia tak ingin terlarut dalam perasaan yang belum jelas ujungnya. Malam itu, sebuah pesan muncul di ponsel Disa. "Besok libur, kemana kita'? begitu isi pesannya. Adam mengajak Disa pergi lagi. Tapi kali ini, gadis itu menolak. Karena alasan terlalu sering bepergian tiap kali libur akhir pekan. Disa memang terbilang wanita aneh. Kadang, ia menyukai berada di tengah keramaian. Berkumpul dengan teman-teman kantornya sesekali. Tapi,ia pun menikmati waktu sendiri, meski hanya bersama laptop dan alunan musik. Disa menolak karena ingin bersama keluarganya. Ia merasa tak enak hati jika tiap libur, ia harus keluar rumah. Lalu kapan waktu untuk ayah, ibu dan saudaranya. Begitu isi pikiran Disa saat mendapat ajakan Adam. Beruntung, Adam cukup pengertian. Keduanya pun gagal bertemu.  Dalam hati Disa,