Langsung ke konten utama

SHADID...

Shadid
Itulah nama panggilan anakku.  Kuat artinya.
Sungguh, rasanya seperti mimpi bisa memiliki si buah hati.
Apalagi kalau melihat tumbuh kembangnya dari hari ke hari.

Shadid
Secara langsung dan tak langsung, dia sudah menjadi guru kehidupan buat ku.
Darinya aku belajar menjadi seorang ibu juga istri.
Menjalankan peran itu, yang awalnya terasa cukup berat.

Tapi lama kelamaan justru membuatku merasa jadi lebih bijak dari sebelumnya.
Memiliki Shadid membuat ku belajar untuk bisa mengontrol diri
Mengontrol diri dari apapun

Shadid..
Melihat senyumnya, membuatku bahagia.
Apalagi saat mendengar ocehannya, betul betul bisa menghilangkan penat

Saat tulisan ini dibuat, Shadid genap sepuluh bulan.
Dia sudah punya gigi satu.
Sudah bisa menyebut ayah, bapak, nenen, mamam.

Meski belum jelas bisa memanggil ku ibu
Tak apa..
melihat wajahnya yang girang saat melihatku pulang kerja, aku sungguh bahagia.
Sebahagia dia bisa melihat ibunya..

Dari Shadid, aku belajar tentang bagaimana menjadi orang tua.
Capek sungguh..
Tapi yang aku rasa, capek  itu akan hilang seiring dengan melihat tumbuh kembangnya.

Hampir setiap hari aku memasak bubur untuknya.
Tak neko-neko, cukup merebus beberapa sayur dan blender bersama nasi sebelum dimasak.
Kalau malas, biasanya aku memberinya bubur ayam atau membuat dadar telur.

Aku selalu memastikan, Shadid sudah bersih sebelum kutinggal kerja.
Aku juga selalu memastikan perutnya dalam keadaan kenyang saat ditinggal kerja

Alhamdulillah, pekerjaanku bisa dihandle dalam waktu 4-5 jam.
Kadang juga masih bisa aku tinggal dan dilanjutkan di rumah
Bagiku, itu nikmat yang tiada tara.
hal yang patut disyukuri



Komentar

  1. Subhanallah...semoga shadid sehat selalu dan tumbuh menjadi anak yang sholeh...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Wabup, ‘Siapa Dapat Apa’

Polemik pengisian wakil bupati (wabup) Bogor terus saja bergulir. Tarik menarik kepentingan antara partai politik (parpol) pengusung Rachmat Yasin- Nurhayanti (RAYA) saat pemilihan kepala daerah (pilkada) 2013 membuat suhu politik di Kabupaten Bogor kian memanas. Masing-masing parpol berusaha mempertahankan jagoannya aga r bisa menjadi pendamping Nurhayanti. Segala cara dilakukan agar tujuannya tercapai, apalagi kalau bukan demi kekuasaan. Politik tidak pernah lepas dari kepentingan. Sebab, politik menyangkut ‘ siapa dapat apa’, seperti yang diungkapkan pakar politik Amerika serikat Harold D Lasswell.

Rio... Tolong Jemput Aku

Malam itu, tubuh Rena mendadak menggigil. Suhu tubuhnya lumayan tinggi, sementara posisinya masih di kantor. Beruntung, malam itu pekerjaannya sudah selesai. Tinggal menunggu finishing yang dilakukan rekannya. Sambil rebahan, Rena membaringkan tubuhnya di ruang pojok yang ada di kantor. Ruang itu memang biasa dipakai untuk segala rupa. Ada yang tidur, gosip, makan bareng, solat dan juga rapat setiap awal pekan. Rena melipat tubuhnya untuk mempertahankan suhu tubuh yang malam itu dirasanya nano-nano.  Antara dingin yang menusuk kulit dan panas disertai kepala pusing hingga membuat matanya jadi berair. Dan ujungnya, air mata pun membanjiri wajahnya yang sudah terlihat layu. Sambil menggosok-gosokan tangan Rena coba mengembalikan suhu tubuhnya kembali normal. Itu juga cara dia menghilangkan rasa dingin yang membuat seluruh tubuhnya terasa ngilu. Malam itu sudah cukup larut. Dia pun sempat dilema apakah akan meminta jemput atau memaksa diri untuk pulang sendiri mengendarai moto

Menanti Takdir Tuhan untuk Disa

Adam dan Disa. Hubungan keduanya masih terbilang baik. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini Disa lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Adam. Bukan karena tak suka, tapi karena ia tak ingin terlarut dalam perasaan yang belum jelas ujungnya. Malam itu, sebuah pesan muncul di ponsel Disa. "Besok libur, kemana kita'? begitu isi pesannya. Adam mengajak Disa pergi lagi. Tapi kali ini, gadis itu menolak. Karena alasan terlalu sering bepergian tiap kali libur akhir pekan. Disa memang terbilang wanita aneh. Kadang, ia menyukai berada di tengah keramaian. Berkumpul dengan teman-teman kantornya sesekali. Tapi,ia pun menikmati waktu sendiri, meski hanya bersama laptop dan alunan musik. Disa menolak karena ingin bersama keluarganya. Ia merasa tak enak hati jika tiap libur, ia harus keluar rumah. Lalu kapan waktu untuk ayah, ibu dan saudaranya. Begitu isi pikiran Disa saat mendapat ajakan Adam. Beruntung, Adam cukup pengertian. Keduanya pun gagal bertemu.  Dalam hati Disa,