Langsung ke konten utama

pesona gedong songo


12 desember 2010,,,, Pukul sepuluh pagi langit tampak sedang tidak bersahabat. Awan kelabu mewarnai minggu pagi dan akhirnya  disambut gerimis hujan. Namun hal itu tidak menyurutkan niat ku pergi bersama teman-teman. Yupz..., Aku, Anisa, Teza, Agil, Vega, dan Fahmi, kami berenam sepakat untuk jalan bersama ke salah satu tempat wisata bernama Gedung Songo, yang berada di kabupaten Semarang, tepatnya di daerah Bandungan. Meskipun awalnya sempat ragu karena cuaca yang tak bersahabat, namun akhirnya kami tetap melanjutkan perjalanan kesana. 


Untuk menuju kesana, kami menyewa angkot dengan biaya 210 rb untuk 1 hari full. Begitu masuk ke daerah Bandungan, hanya pemandangan indah dan menawan  yang kami lihat. Hamparan sawah dan jajaran pegunungan benar-benar menghiasi perjalanan kami. belum lagi semilir angin yang menambah kesejukan di angkot yang kami naiki. 

Setelah hampir 1.5 jam kami menghabiskan waktu dijalan, akhirnya tiba juga di lokasi wisata Gedong Songo. Hempasan angin yang begitu kencang dan langit cerah seolah menyambut kedatangan kami kala itu.
Kami pun langsung turun dari angkot dan membeli tiket seharga 6000/ orang. Setelah itu, baru kami memulai perjalanan menyusuri jalan menuju candi. Oiya.., berhubung waktu menunjukkan jam makan siang, akhirnya kami makan dulu di sebuah warung lesehan. 

Setelah itu kami sholat dan menuju candi yang jumlahnya Sembilan.
Jalan menuju candi berupa tanjakan. disini pengunjung bisa berjalan kaki ataupun menunggang kuda yang telah disediakan dengan harga yang bervariasi. mulai dari 10 rb hingga 50 rb rupiah . dan perjalanan kami akan dilakukan dengan berjalan kaki. :) 
foto yang diambil secara sembunyi-sembunyi


tak jarang sesekali kami berhenti dan mengabadikan moment. Meskipun saat itu agill dkk masih malu-mlu untuk foto bersama aq, teza dan anisa. Maklum diantara kami memang belum saling mengenal jauh. Aku dan Agil dulunya teman satu SMA. Dan kebetulan Agil dkk, mendapat tempat magang di Semarang. Akhirnya kami berdua bertemu dan mengadakan janji untuk jalan bareng. Dan aku pun akhirnya mengajak Teza dan Anisa.
Meskipun harus terengah-engah, kami pun akhirnya sampai di candi dua. Disinilah Agil dkk mulai mau difoto. Yupz.., dengan meminta bantuan pengunjung lain akhirnya kami berenam bisa foto bersama. Dan kami dianggap saling berpasangan. Mungkin karena jumlah kami yang genap berenam, dengan tiga perempuan dan tiga laki-laki. Akhirnya tanpa malu-malu kami bergaya didepan kamera DSLR yang dibawa oleh anisa dan teza. Kami tak bosan-bosannya jeprat jepret foto. Hari itu benar-benar menyenangkan. Bahkan tak jarang kami menjadi paparazzi. Hehehe..., mengambil foto secara sembunyi-sembunyi. Dan hasilnya pun benar-benar lucu. Hmm... pokoknya seru abis.

Oiy...., meski namanya Gedong Songo yang berarti sembilang bangunan namun candi yang kami kunjungi hanya berjumlah lima. Karena empat candi lainnya telah rusah alias menjadi tumpukan batu-batu.  Namun kami tetap sennag. Di candi terakhir kami istirahat sejenak di rerumputan. Disana kami juga sempat bermain uno. Yah.., tawa.. canda.., mewarnai hari kami saat itu.

Setelah puas bermain akhirnya kami melanjutkan kembali perjalann untuk turun. Yupz.., kami bergegas untuk pulang karena waktu menunjukkan pukul empat  sore. Di perjalanan turun kami tidak lupa menyempatkan waktu untuk berfoto ria.  Perjalanan kami memang tak lepas dari yang namanya foto dan hal itu sangatlah mengasyikkan. Sesampainya di tempat parker kami pun bergegas menuju angkot untuk kembali ke semarang. meksipun tapi aku sendiri merasa senang. Yupz..., benar-benar memori yang sulit dilupakan.

Semoga akan ada lagi jalan-jalan selanjutnya..
Hehehe....


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Wabup, ‘Siapa Dapat Apa’

Polemik pengisian wakil bupati (wabup) Bogor terus saja bergulir. Tarik menarik kepentingan antara partai politik (parpol) pengusung Rachmat Yasin- Nurhayanti (RAYA) saat pemilihan kepala daerah (pilkada) 2013 membuat suhu politik di Kabupaten Bogor kian memanas. Masing-masing parpol berusaha mempertahankan jagoannya aga r bisa menjadi pendamping Nurhayanti. Segala cara dilakukan agar tujuannya tercapai, apalagi kalau bukan demi kekuasaan. Politik tidak pernah lepas dari kepentingan. Sebab, politik menyangkut ‘ siapa dapat apa’, seperti yang diungkapkan pakar politik Amerika serikat Harold D Lasswell.

Rio... Tolong Jemput Aku

Malam itu, tubuh Rena mendadak menggigil. Suhu tubuhnya lumayan tinggi, sementara posisinya masih di kantor. Beruntung, malam itu pekerjaannya sudah selesai. Tinggal menunggu finishing yang dilakukan rekannya. Sambil rebahan, Rena membaringkan tubuhnya di ruang pojok yang ada di kantor. Ruang itu memang biasa dipakai untuk segala rupa. Ada yang tidur, gosip, makan bareng, solat dan juga rapat setiap awal pekan. Rena melipat tubuhnya untuk mempertahankan suhu tubuh yang malam itu dirasanya nano-nano.  Antara dingin yang menusuk kulit dan panas disertai kepala pusing hingga membuat matanya jadi berair. Dan ujungnya, air mata pun membanjiri wajahnya yang sudah terlihat layu. Sambil menggosok-gosokan tangan Rena coba mengembalikan suhu tubuhnya kembali normal. Itu juga cara dia menghilangkan rasa dingin yang membuat seluruh tubuhnya terasa ngilu. Malam itu sudah cukup larut. Dia pun sempat dilema apakah akan meminta jemput atau memaksa diri untuk pulang sendiri mengendarai moto

Menanti Takdir Tuhan untuk Disa

Adam dan Disa. Hubungan keduanya masih terbilang baik. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini Disa lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Adam. Bukan karena tak suka, tapi karena ia tak ingin terlarut dalam perasaan yang belum jelas ujungnya. Malam itu, sebuah pesan muncul di ponsel Disa. "Besok libur, kemana kita'? begitu isi pesannya. Adam mengajak Disa pergi lagi. Tapi kali ini, gadis itu menolak. Karena alasan terlalu sering bepergian tiap kali libur akhir pekan. Disa memang terbilang wanita aneh. Kadang, ia menyukai berada di tengah keramaian. Berkumpul dengan teman-teman kantornya sesekali. Tapi,ia pun menikmati waktu sendiri, meski hanya bersama laptop dan alunan musik. Disa menolak karena ingin bersama keluarganya. Ia merasa tak enak hati jika tiap libur, ia harus keluar rumah. Lalu kapan waktu untuk ayah, ibu dan saudaranya. Begitu isi pikiran Disa saat mendapat ajakan Adam. Beruntung, Adam cukup pengertian. Keduanya pun gagal bertemu.  Dalam hati Disa,