Langsung ke konten utama

Detik detik Ijab Qabul

25 Agustus 2018

Ini adalah hari bersejarah dalam hidup saya. Karena saat itulah saya telah menyerahkan diri seutuhnya pada seorang lelaki. Damanhuri namanya. Teman kerja yang rupanya ditakdirkan Allah menjadi imam saya, Baik buruk saya akan menjadi tanggungannya. 

Sejak semalam saya tak bisa tidur. Jantung berdebar lebih kencang dari biasa. Rasanya ingin segera melewati hari spesial itu. "Ya Allah, aku akan menikah.  Ya Allah mampukah aku menjadi seorang istri yang sesuai dengan tuntunan mu"

Pertanyaan itu terus muncul dalam pikiran. Sampai tiba tiba suara adzan subuh terdengar. Saya pun langsung siap siap solat subuh dan mandi. Pagi pagi, perias pengantinnya sudah datang.

Saya merasa jadi wanita paling cantik kala itu. Tak sedikit yang memuji hasil riasannya. bahagia, senang bercampur aduk. Rasanya deg-deg an sekali. Apalagi saat mendengar rombongan pengantin pria sudah sampai. Waktu itu, perias saya masih memoles wajah. 

Sampai tiba nama saya dipanggil penghulu untuk dudul di samping pengantin pria, yang tak lain adalah Damanhuri. Pria yang sudah saya pilih menjadi pendamping hidup dunia akhirat. 

Saya berjalan menuju meja akad. Di sana sudah ada Daman, penghulu, bapak dan saudara lainnya sebagai saksi. 




Dan tiba saatnya ijab qabul berlangsung. Daman sempat mengulang kembali proses Ijab Qabul. Waktu itu karena pelafalannya tidak dalam satu tarikan nafas. Jadi, saksi memintanya untuk mengulang kembali. Hingga akhirnya muncul kata SAH.

Hari itu, kami resmi secara hukum dan agama menjadi pasangan suami istri. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Wabup, ‘Siapa Dapat Apa’

Polemik pengisian wakil bupati (wabup) Bogor terus saja bergulir. Tarik menarik kepentingan antara partai politik (parpol) pengusung Rachmat Yasin- Nurhayanti (RAYA) saat pemilihan kepala daerah (pilkada) 2013 membuat suhu politik di Kabupaten Bogor kian memanas. Masing-masing parpol berusaha mempertahankan jagoannya aga r bisa menjadi pendamping Nurhayanti. Segala cara dilakukan agar tujuannya tercapai, apalagi kalau bukan demi kekuasaan. Politik tidak pernah lepas dari kepentingan. Sebab, politik menyangkut ‘ siapa dapat apa’, seperti yang diungkapkan pakar politik Amerika serikat Harold D Lasswell.

Rio... Tolong Jemput Aku

Malam itu, tubuh Rena mendadak menggigil. Suhu tubuhnya lumayan tinggi, sementara posisinya masih di kantor. Beruntung, malam itu pekerjaannya sudah selesai. Tinggal menunggu finishing yang dilakukan rekannya. Sambil rebahan, Rena membaringkan tubuhnya di ruang pojok yang ada di kantor. Ruang itu memang biasa dipakai untuk segala rupa. Ada yang tidur, gosip, makan bareng, solat dan juga rapat setiap awal pekan. Rena melipat tubuhnya untuk mempertahankan suhu tubuh yang malam itu dirasanya nano-nano.  Antara dingin yang menusuk kulit dan panas disertai kepala pusing hingga membuat matanya jadi berair. Dan ujungnya, air mata pun membanjiri wajahnya yang sudah terlihat layu. Sambil menggosok-gosokan tangan Rena coba mengembalikan suhu tubuhnya kembali normal. Itu juga cara dia menghilangkan rasa dingin yang membuat seluruh tubuhnya terasa ngilu. Malam itu sudah cukup larut. Dia pun sempat dilema apakah akan meminta jemput atau memaksa diri untuk pulang sendiri mengendarai moto

Menanti Takdir Tuhan untuk Disa

Adam dan Disa. Hubungan keduanya masih terbilang baik. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini Disa lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Adam. Bukan karena tak suka, tapi karena ia tak ingin terlarut dalam perasaan yang belum jelas ujungnya. Malam itu, sebuah pesan muncul di ponsel Disa. "Besok libur, kemana kita'? begitu isi pesannya. Adam mengajak Disa pergi lagi. Tapi kali ini, gadis itu menolak. Karena alasan terlalu sering bepergian tiap kali libur akhir pekan. Disa memang terbilang wanita aneh. Kadang, ia menyukai berada di tengah keramaian. Berkumpul dengan teman-teman kantornya sesekali. Tapi,ia pun menikmati waktu sendiri, meski hanya bersama laptop dan alunan musik. Disa menolak karena ingin bersama keluarganya. Ia merasa tak enak hati jika tiap libur, ia harus keluar rumah. Lalu kapan waktu untuk ayah, ibu dan saudaranya. Begitu isi pikiran Disa saat mendapat ajakan Adam. Beruntung, Adam cukup pengertian. Keduanya pun gagal bertemu.  Dalam hati Disa,