Langsung ke konten utama

nasib pasar tradisional


PASAR TRADISIONAL
Mall, supermarket, dan sejenisnya semakin berkembang di tengah kita. hal ini tentunya semakin menggeser keberadaan pasar tradisional. Yah, memang tidak bisa di salahkan jika sebagian orang lebih memilih berbelanja di mall, supermarket atau minimarket di banding dengan pasar tradisional. Dari segi  kenyamanan, kemudahan kelengkapan,dan keamanan supermarket memang lebih unggul.

1.      KENYAMANAN
Mall ataupun supermarket lebih nyaman disbanding pasar tradisional mall unggul dalam hal kebersihan lingkungannya. Tidak seperti pasar tradisional yang seringkali ‘kotor alias becek.
2.      KEMUDAHAN
Di mall, kita lebih mudah mendapatkan barang yang diinginkan karena tempatnya yang telah diatur sedemikian rupa. Tidak semerawut seperti di pasar tradisional.
3.      KELENGKAPAN
mall jauh lebih lengkap disbanding pasar tradisional. Berbagai produk mulai dari sembako, elektronik ada di Mall. Selain itu Mall juga di lengkapi dengan tempat makan yang kebersihannya terjamin dan area bermain. Sehingga selain berbelanja, pengunjung juga bisa sekekdar ‘cuci mata’.
4.      KEAMANAN
Keamanan berbelanja di Mall jauh lebih baik dibanding dengan pasar tradisonal. Karena di Mall memiliki security yang ada di tiap area. Mulai dari tempat parkir sampai area berbelanjanya snediri.  Di tempat parkir pengunjung akan diperiksa barang bawaanya. Begitu pun ketika masuk di area belanja seperti Carrefour.
Dengan berbagai kelebihan yang dimiliki oleh mall dan supermarket lainnya, lalu bagaimana nasib pasar tradisional? Mungkinkah pasar tradisional bisa bersaing dengan mall-mall dan supermarket?
Padahal pasar tradisional merupakan salah satu sumber kehidupan bagi masyarakat khususnya menengah ke bawah. Saya rasa pemerintah sudah seharusnya memikirkan hal ini. Namun bukan perkara mudah. Sulit untuk bisa membuat pasar tradisional seperti mall-mall dan supermarket lainnya. Dari segi modal pasar tradisional sudah kalah bersaing. Seandainya saja pemerintah mau fokus terhadap pemeliharaan pasar tradisional mungkin masyarakat Indonesia akan sejahtera. Dengan memajukan pasar tradisional otomatis itu menanamkan rasa cinta tanah air. Mencintai produk-produk dalam negeri. Tapi  dilihat lagi bagaimana Indonesia bisa mencintai produk dalam negeri jika para pejabatnya justru menyukai produk luar negeri.
Saya rasa tidak sedikit pejabat-pejabat yang dengan bangganya memakai produk buatan luar. Ya..ya..ya.., membicarakan pejabat negara memang tidak ada habisnya. Saya selalu emosi jika membicarakan hal tersebut. lebih baik kita kembali ke permasalahan pasar tradisional.
Rasa optimis harus selalu ada bahwasanya pasar tradisional mampu bersaing dengan mall dan supermarket. Sekarang jika mall dengan segala kelebihan yang memang dilengkapi dengan fasilitas serba wah. Pasar tradisional bisa berkembang dnegan segala kekurangannya. Maksudnya kita bisa membuat pasar tradisional lebih dilirik dengan menonjolkan apa yang dimiliki oelh pasar tradisional. Misalnya dari segi kesegaran produk yang di tawarkan.
Mungkin bisa dibuat seperti bazaar buah dan sayuran segar.
Atau di pasar tradisonal dibuat catalog tentang produk yang ditawarkan. Tapi lagi-lagi pemerintah harus mengkoordinir mereka(baca: pedagang ). saya hanya berharap pemerintah lebih terbuka hatinya untuk mengayomi masyarakat kecil. “Hello pak..., kamu itu saya bayar, so.., perhatiakn lah keadaan saya..“ yak, kata-kata itulah yang seharusnya di lontarkan oleh masyarakat kecil. Mskipun menjadi masyarakat kecil tapi sesungguhnya mereka punya kekuatan besar. (hati2 pak pejabat).






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Wabup, ‘Siapa Dapat Apa’

Polemik pengisian wakil bupati (wabup) Bogor terus saja bergulir. Tarik menarik kepentingan antara partai politik (parpol) pengusung Rachmat Yasin- Nurhayanti (RAYA) saat pemilihan kepala daerah (pilkada) 2013 membuat suhu politik di Kabupaten Bogor kian memanas. Masing-masing parpol berusaha mempertahankan jagoannya aga r bisa menjadi pendamping Nurhayanti. Segala cara dilakukan agar tujuannya tercapai, apalagi kalau bukan demi kekuasaan. Politik tidak pernah lepas dari kepentingan. Sebab, politik menyangkut ‘ siapa dapat apa’, seperti yang diungkapkan pakar politik Amerika serikat Harold D Lasswell.

Rio... Tolong Jemput Aku

Malam itu, tubuh Rena mendadak menggigil. Suhu tubuhnya lumayan tinggi, sementara posisinya masih di kantor. Beruntung, malam itu pekerjaannya sudah selesai. Tinggal menunggu finishing yang dilakukan rekannya. Sambil rebahan, Rena membaringkan tubuhnya di ruang pojok yang ada di kantor. Ruang itu memang biasa dipakai untuk segala rupa. Ada yang tidur, gosip, makan bareng, solat dan juga rapat setiap awal pekan. Rena melipat tubuhnya untuk mempertahankan suhu tubuh yang malam itu dirasanya nano-nano.  Antara dingin yang menusuk kulit dan panas disertai kepala pusing hingga membuat matanya jadi berair. Dan ujungnya, air mata pun membanjiri wajahnya yang sudah terlihat layu. Sambil menggosok-gosokan tangan Rena coba mengembalikan suhu tubuhnya kembali normal. Itu juga cara dia menghilangkan rasa dingin yang membuat seluruh tubuhnya terasa ngilu. Malam itu sudah cukup larut. Dia pun sempat dilema apakah akan meminta jemput atau memaksa diri untuk pulang sendiri mengendarai moto

Menanti Takdir Tuhan untuk Disa

Adam dan Disa. Hubungan keduanya masih terbilang baik. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini Disa lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Adam. Bukan karena tak suka, tapi karena ia tak ingin terlarut dalam perasaan yang belum jelas ujungnya. Malam itu, sebuah pesan muncul di ponsel Disa. "Besok libur, kemana kita'? begitu isi pesannya. Adam mengajak Disa pergi lagi. Tapi kali ini, gadis itu menolak. Karena alasan terlalu sering bepergian tiap kali libur akhir pekan. Disa memang terbilang wanita aneh. Kadang, ia menyukai berada di tengah keramaian. Berkumpul dengan teman-teman kantornya sesekali. Tapi,ia pun menikmati waktu sendiri, meski hanya bersama laptop dan alunan musik. Disa menolak karena ingin bersama keluarganya. Ia merasa tak enak hati jika tiap libur, ia harus keluar rumah. Lalu kapan waktu untuk ayah, ibu dan saudaranya. Begitu isi pikiran Disa saat mendapat ajakan Adam. Beruntung, Adam cukup pengertian. Keduanya pun gagal bertemu.  Dalam hati Disa,