Langsung ke konten utama

Melelahkan Tapi Asyik

-->
            Melakukan sebuah ekspedisi bukanlah hal yang mudah. Ekspedisi bukanlah tameng untuk dapat hura-hura.. Banyak hal yang harus dipersiapkan dengan matang sehingga visi dan misi dapat tercapai. Salah dalam merencanakan SAMA HALNYA DENGAN MERENCANAKAN SEBUAH KEGAGALAN. Selama kurang lebih satu setengah bulan Tim Ekspedisi Pandawa Ailurops ursinus Gunung Hutan yang terdiri dari Revi Chandra Pratama (pepi), Ginta Fabriarsa (ginta), Febriula Sindisari (sindi), dan  Banu Hanifah Al Tera (tera) melakukan persiapan, baik persiapan masing-masing anggota tim maupun persiapan administrasi lainnya.
            Tenaga, pikiran, materi kami korbankan demi terlaksananya Ekspedisi Pandawa Ailurops ursinus Gunung Hutan ke Arjuna Welirang. Pro Kontra atas keputusan kami dalam memilih Gunung Arjuna Welirang sebagai target Ekspedisi menjadi warna dalam perjalanan kami. Saran, kritikan, sindiran juga mengisi hari-hari kami dalam mempersiapkan Ekspedisi ini. Namun kami berusaha untuk menjadikannya sebagai penyemangat agar kami terus maju dan kami tetap yakin untuk melaksanakannya. Dalam persentasi Pra Ekspedisi, kami berusaha untuk meyakinkan semua pihak. Hingga akhirnya, diputuskan bahwa pada tanggal 17 Agustus 2008 tim kami layak untuk diberangkatkan.

Dalam Ekspedisi Pandawa Ailurops ursinus ke  gunung Arjuna Welirang. Sebuah keputusan yang membuat kami bahagia sekaligus takut. Jujur, rasa takut akan berhasil tidaknya visi ekspedisi sering kali menghantui pikiran kami. Akan tetapi, dengan keyakinan akhirnya pada tanggal 17 agustus 2008 pukul 20.30 upacara pemberangkatan tim kami pun dilaksanakan. Lima buah motor telah stand by menunggu dan siap mengantarkan kami. Begitu upacara selesai, kami pun segera tancap gas menuju stasiun poncol dengan diantar oleh lima rekan kami lainnya yang terdiri dari dedi atau kami biasa menyebutnya pak’de, angga, eko, mono, dan joyo.
          
  Tiba di stasiun poncol, kami masih harus menunggu kedatangan kereta matraman jurusan Jakarta-Malang. Sambil menunggu, kami pun saling bersenda gurau hingga  tidak terasa dua jam berlalu dan akhirnya kereta pun tiba. Dengan carier di punggung, kami pun bergegas masuk ke dalam gerbong kereta. Dan begitu kami berada dalam kereta, tidak sedikit orang yang merasa aneh dengan carier bawaan kami. Kami pun cukup kesulitan untuk mendapatkan tempat duduk.
        
    Kami mencari tempat duduk dari satu gerbong ke gerbong lain. Namun, saat itu nasib kami memang kurang beruntung karena bukan tempat duduk yang kami dapatkan melainkan caci maki dan sindiran dari penumpang kereta. Maklum, keadaan dalam kereta sangat padat dan sesak penumpang plus barang. Belum lagi penjual yang sering mondar-mandir menjajakan barangnya membuat keadaan dalam kereta semakin ruwet. Berhubung semua tempat duduk sudah habis terisi.
        
    Akhirnya kami terpaksa duduk mengampar dibawah kursi kereta. Hanya dengan beralaskan koran kami pun berusaha untuk menikmati perjalanan. Sekitar sepuluh jam, kami berada dalam kereta hingga akhirnya pukul 08.15 WIB kami sampai di stasiun terakhir yaitu Stasiun Kota Baru, Malang. Kami pun bersiap menggendong carier kembali dan segera turun dari kereta.
         
   Keluar dari stasiun, pemandangan kota Malang begitu indah berbeda dengan Semarang apalagi Ibukota. Udaranya yang sejuk, bersih membuat kami ingin berlama-lama dikota ini. Kami pun tidak lupa untuk berfoto sebentar didepan Stasiun Kota Baru untuk dokumentasi kegiatan. Setelah itu, kami pun membagi tugas. Pepi dan Tera pergi mencari tempat makan sedangkan sindi, farida dan ginta bertugas menjaga carier pepi dan tera yang sengaja ditinggal.
          
  Kemudian, kurang lebih lima menit berlalu akhirnya kami pun beranjak dari Stasiun menuju tempat makan. Saat itu, cacing diperut kami mulai ribut tanda lapar. Begitu makanan dihidangkan, kami pun menyantapnya dengan lahap. Apapun makanannya minumnya tetap teh hangat dan segelas air putih sebagai penutup. Setelah perut terisi, perjalanan pun diteruskan kembali ke terminal Arjosari.
       
     Perjalanan ke terminal Arjosari kami tempuh dengan menaiki angkot yang notabene langsung terisi penuh hanya dengan 5 orang dan 5 carier. Sampai di terminal Arjosari kami langsung disambut dengan bis jurusan Surabaya-Malang, awalnya kami cemas akan tarif bis yang kami tumpangi karena bis tersebut bisa dikatakan cukup eksklusive dengan fasilitas AC dan keramahan kondekturnya tapi ternyata, bis tersebut termasuk dalam kategori kelas ekonomi dengan tarif ekonomi.
        
    Butuh waktu sekitar dua jam untuk menuju ke terminal pandaan, Malang dan kami dikenai biaya Rp.5000/orang. Setelah itu  kami pun dapat beristirahat dengan nyaman selama perjalanan. dua jam perjalanan,  kami pun akhirnya sampai di terminal pandaan. Begitu kami turun dari bis, beberapa calo angkot menemui kami sambil menawari angkutan kepada kami. Namun kami menolak karena harus mengurusi perijinan ke kapolsek Pasuruan dan prigen.
         
   Sambil menunggu Pepi dan Ginta yang mengurusi perijinan. Tera, sindi dan Farida menunggu diterminal. Panasnya Matahari cukup membuat leher kami bertiga kering.Belum lagi debu dan bau asap kendaraan bus yang lalulalang juga membuat nafas kami sesak. Beruntung, suasana terminal Pandaan tidak terlalu ramai. Setelah beberapa menit, Pepi dan Ginta pun datang. Kami pun segera melanjutkan perjalanan menuju desa  Tretes dengan menaiki angkutan kota L300.            
         
   Kami duduk berdesakan didalam mobil, namun kami cukup menikmati perjalanan. deretan pegunungan menjadi suguhan yang menyenangkan bagi kami. Hingga tak terasa,  mobil yang kami naiki berhenti tepat didepan hotel Tanjung. Saat turun dari mobil, kami menjadi pusat perhatian orang-orang sekitar. Saat itu, banyak sekali pendaki yang baru saja turun gunung.
          
  Awalnya, kami sempat heran melihat kondisi desa Tretes. Ternyata, Tretes bukanlah desa yang jauh dari peradaban Tiba di Tretes, kami semua cukup heran.  Ternyata Tretes bukanlah desa yang ada dibayangan kami melainkan sudah layaknya kota pada umumnya. Di daerah ini kita tidak perlu khawatir mencari penginapan, karena daerah ini banyak berdiri hotel dan angkutan kendaraan pun cukup ramai.
          
  Di Tretes kami masih harus mengurusi perijinan dan memenuhi perbekalan. Akhirnya kami membagi tugas. Pepi&Ginta mengurusi perijinan ke  Kapolsek Prigen dan Sindi&Tera membeli logistik di pasar. Sedangkan Farida menjaga carier di pos pendakian. Setelah selesai, kami berlima berkumpul kembali di pos pendakian dan kami mengurusi perijinan pendakiannya dengan pak Syukur, orang yang bertugas menjaga pos disana. dengan begitu ramah, beliau melayani perijinan kami.
          
  Setelah selesai, tidak lupa kami mampir sebentar di warung makan. Ibarat sebuah mobil, sebelum dibawa untuk perjalanan ada baiknya bensinnya diisi dulu. Begitupun dengan kami. Hanya dengan Rp.3500/ porsi kami sudah bisa menikmati nasi pecel dengan tahu dan tempe goreng. Cukup lezat untuk dinikmati siang itu. Tidak hanya perut yang kami isi, handphone pun kami lakuakan isi ulang, agar dapat  komunikasi. Setelah persiapan dirasa cukup, akhirnya kami memulai perjalanan. namun sebelumnya, kami berdoa terlabih dahulu dan kemudian melakukan oremed (orientasi medan). Titik start pun telah didapat, selanjutnya kami mulai pendakian.
          
  Awal pendakian kami disuguhkan dengan jalan berbatu dan kemiringan yang cukup menguras tenaga. dengan nafas tersengal-psengal kami mencoba untuk terus berjalan.setapak demi setapak kami telusuri. Tak jarang kami bertemu pendaki lain yang baru saja turun. untuk menuju ke puncak Arjuna- Welirang kami melewati  beberapa pos peristirahatan. Diantaranya pos pet bocor, pos kokopan, dan pos pondoan. Walaupun melelahkan, namun perjalanan menuju puncak amat mengesankan sekaligus menyenangkan.
          
  Gunung Arjuna – Welirang menyimpan keindahan yang menakjubkan. Setiap langkah yang kami tempuh selalu menghadirkan pemandangan yang begitu indah. Perjalanan pun menjadi tidak terasa. Udara yang hangat menemani perjalanan kami senja itu. Semilir angin menghadirkan suasana yang begitu damai. Hari berganti malam, suara adzan maghrib dari kejauhan terdengar oleh kami. Namun, kami masih melakukan perjalanan. Dengan cahaya lampu senter yang kami bawa dan ditemani cahaya bintang kami berjalan menuju pos kokopan. 


            Setapak demi setapak kami lalui. Dari kejauhan, kami mendengar gemericik air dan suara orang berbicara. Kami pun mempercepat langkah hingga cahaya lampu dari sebuah gubuk terlihat di depan mata. Akhirnya kami sampai juga di pos kokopan. Bergegas kami mendirikan tenda dan memasak. Malam itu, angin berehmbus kencang. Begitu tenda berdiri dan masakan telah siap saji, kami pun mulai mengisi perut. seteguk teh dan biskuit menemani kami saat evaluasi. Malam pun semakin larut, kami akhirnya kembali ke tenda masing-masing untuk istirahat.
     
       Keesokanharinya, matahari pagi menyambut kami. Udara di pos kokopan terasa begitu dingin. Rasanya berat sekali untuk bangun. Namun, pagi ini kami masih harus melanjutkan visi, yaitu menuju puncak Arjuna-Welirang. Akhirnya mau tidak mau kami bangun dan melanjutkan aktivitas.   



Komentar

  1. hehe... ajaib ya sind.. masa-masa itu...

    rasanya gak percaya kalo semuanya udah terlalui...

    ayo kita jalan-jalan ke mana lagi...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Wabup, ‘Siapa Dapat Apa’

Polemik pengisian wakil bupati (wabup) Bogor terus saja bergulir. Tarik menarik kepentingan antara partai politik (parpol) pengusung Rachmat Yasin- Nurhayanti (RAYA) saat pemilihan kepala daerah (pilkada) 2013 membuat suhu politik di Kabupaten Bogor kian memanas. Masing-masing parpol berusaha mempertahankan jagoannya aga r bisa menjadi pendamping Nurhayanti. Segala cara dilakukan agar tujuannya tercapai, apalagi kalau bukan demi kekuasaan. Politik tidak pernah lepas dari kepentingan. Sebab, politik menyangkut ‘ siapa dapat apa’, seperti yang diungkapkan pakar politik Amerika serikat Harold D Lasswell.

Rio... Tolong Jemput Aku

Malam itu, tubuh Rena mendadak menggigil. Suhu tubuhnya lumayan tinggi, sementara posisinya masih di kantor. Beruntung, malam itu pekerjaannya sudah selesai. Tinggal menunggu finishing yang dilakukan rekannya. Sambil rebahan, Rena membaringkan tubuhnya di ruang pojok yang ada di kantor. Ruang itu memang biasa dipakai untuk segala rupa. Ada yang tidur, gosip, makan bareng, solat dan juga rapat setiap awal pekan. Rena melipat tubuhnya untuk mempertahankan suhu tubuh yang malam itu dirasanya nano-nano.  Antara dingin yang menusuk kulit dan panas disertai kepala pusing hingga membuat matanya jadi berair. Dan ujungnya, air mata pun membanjiri wajahnya yang sudah terlihat layu. Sambil menggosok-gosokan tangan Rena coba mengembalikan suhu tubuhnya kembali normal. Itu juga cara dia menghilangkan rasa dingin yang membuat seluruh tubuhnya terasa ngilu. Malam itu sudah cukup larut. Dia pun sempat dilema apakah akan meminta jemput atau memaksa diri untuk pulang sendiri mengendarai moto

Menanti Takdir Tuhan untuk Disa

Adam dan Disa. Hubungan keduanya masih terbilang baik. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini Disa lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Adam. Bukan karena tak suka, tapi karena ia tak ingin terlarut dalam perasaan yang belum jelas ujungnya. Malam itu, sebuah pesan muncul di ponsel Disa. "Besok libur, kemana kita'? begitu isi pesannya. Adam mengajak Disa pergi lagi. Tapi kali ini, gadis itu menolak. Karena alasan terlalu sering bepergian tiap kali libur akhir pekan. Disa memang terbilang wanita aneh. Kadang, ia menyukai berada di tengah keramaian. Berkumpul dengan teman-teman kantornya sesekali. Tapi,ia pun menikmati waktu sendiri, meski hanya bersama laptop dan alunan musik. Disa menolak karena ingin bersama keluarganya. Ia merasa tak enak hati jika tiap libur, ia harus keluar rumah. Lalu kapan waktu untuk ayah, ibu dan saudaranya. Begitu isi pikiran Disa saat mendapat ajakan Adam. Beruntung, Adam cukup pengertian. Keduanya pun gagal bertemu.  Dalam hati Disa,