Bertahan
dari Gusuran Aparat Penegak perda
Melalui
Paguyuban Suvenir Bogor, para penjual cindera mata mencoba
mempertahankan usahanya dari gusuran petugas penegak perda Kota
Bogor. Trotoar disulap para pendagang menjadi tempat menajajakan
dagangannya. Semua itu dilakukan demi memenuhi kebutuhan hidup.
Para
pedagang cinderamata berjajar di sepanjang Jalan Oto Iskandar Dinata,
Bogor. Kios masih tampak sepi, beberapa orang keluar masuk dari kios
satu ke kios lainnya. Namun kondisi itu tidak membuat para penjual
suvenir gentar. Mereka tetap mempertahankan usahanya demi mengais
rezeki.
Ketua
Paguyuban Suvenir Bogor Undang Rahayudin mengatakan, pendirian
paguyuban merupakan gerakan perlawanan para pedagang dari gusuran
petugas pengelola pasar. Melalui perkumpulan itu, para pedagang
mendesak pemerintah supaya memberikan tolerasi untuk berjualan.
“Kami
diminta berjualan di dalam plaza. Kalau di dalam pasar, siapa yang
mau beli, bayarnya saja sudah mahal¨ terangnya.
Undang
mengaku usaha cinderama tidak akan bisa berjalan jika berjalan
sendiri-sendiri, melalui paguyuban diharapkan dapat menarik minat
masyarakat membeli hasil karya lokal.
Saat
ditemui di kiosnya, Lelaki asal Tasikmalaya ini mengaku,
ketertarikannya menjalani usaha cinderamata berawal dari usaha
saudaranya memproduksi barang-barang hingga menembus pasar
internasional.
Kemudian
ia mengembangkan potensi daerahnya di Bogor. Saat itu, lelaki
kelahiran 1960 ini mengaku ikut dengan rekannya yang juga membuka
usaha cinderamata. Kemudia perlahan. Kios milik rekannya ia kelola
dan berkembang hingga kini.
“Saya
meneruskan usaha teman, kebetulan dia pindah ke Bandung. Sekaran
sudah menjadi milik sendiri,¨ jelas Undang.
Di
kios berukuran 3x2 meter itu, berbagai suvenir terpajang rapi dari
anyaman sandal japit, tas bercorak batik, wayang khas jogja,
gantungan kunci berbentuk tugu, kaos dan pajangan. Pasokan barang ia
dapatkan dari berbagai daerah meliputi Bandung, Jogja, dan
Tasikmalaya.
Dari
semua jenis suvenir, Undang mengaku, simbol tugu kujang menjadi ikon
kota Bogor yang banyak dicari para wisatawan mancanegara
“Kalau
dari Eropa biasanya mencari wayang khas Jogja sama pajangan tugu
kujang, mulai gantungan kunci sampai pajangan,¨ jelasnya. .
Usaha
yang dirintis selama 14 tahun tidak lepas dari lika-liku perjuangan.
Bahkan ia sempat menelah pil pahit saat tempat usahanya dilahap si
Jago Merah. “Kerugian mencapai Rp150 juta,” ujarnya.
Namun,
ayah dua ank ini tidak gentar melanjutkan usahanya. Ia mengaku tidak
memiliki pilihan lain untuk beralih profesi,
¨
Kalau buka usaha baru saya harus mulai dari nol. Makanya saya tetap
mempertahankan usaha cinderamata”terang Undang.
Saat
ini, lulusan Pertanahan IPB ini memiliki dua kios cinderamata yang
dibuka mulai pukul delapan pagi sampai enam sore.(ula)
Komentar
Posting Komentar