Langsung ke konten utama

20 Tahun Jual Barang Antik


Empat bulan tidak mendapat penghasilan tidak lantas membuat seorang penjual barang antik, Deddy Ahmad menghentikan usahanya. Meski tuntutan keluarga kerap menghampiri kepala rumah tangga tersebut, namun ia merasa yakin untuk mempertahankan dan menekuni usaha benda-benda tua itu. Di masa itu, lelaki asal Betawi itu bahkan harus berhutang untuk memenuhi kebutuhan istri dan lima anaknya.

by: Febriula Sindisari

Saat ditemui di tokonya, Nusantara Antique, yang berada di Jalan Raya Pangkalan Satu, Warung Jambu, Bogor, Deddy tengah sibuk mengutak-atik lemari tua bersama empat karyawannya. Dengan menggunakan kaos oblong berwarna putih, celana pendek dan topi, lelaki berusia 59 tahun itu pun menyambut hangat kedatangan Metropolitan.

Di toko seluas 300 meter itu, Deddy membuat ruang pameran sekaligus bengkel untuk mereparasi barang antiknya. Di ruang pameran tersebut terlihat sejumlah perabot rumah tangga berbahan kayu memenuhi ruangan. Mulai dari lemari, kursi, meja, sampai ranjang yang diakuinya telah berumur satu abad.

Selain itu, ada sejumlah lukisan tertempel rapi di dinding. Dan setrika arang yang masih tersimpan di sebuah meja tua. Semua barang itu, masih terlihat kokoh memadati ruangan. Meski tidak sedikit pula debu yang menempel pada sejumlah parabot rumah tangga itu. Deddy mengatakan, semua dagangannya telah berusia lebih dari empat puluh tahun.
¨Iya, benda-benda disini rata-rata usianya antara 40 sampai 60 tahun. Bahkan ranjang ukiran yang didisplay sudah satu abad¨

Benda-benda tua itu memiliki nilai tersendiri bagi lelaki yang sudah menjalani bisnisnya selama dua puluh tahun. Deddy menuturkan, ia mengagumi kokohnya benda tersebut, meski usianya sudah mencapai puluhan tahun.
¨ Saya bangga dan senang dengan usaha in karena bisa dibayangkan benda itu umurnya sudah puluhan tahun, tapi masih bisa berdiri kokoh¨ terangnya.

Sambil duduk di sebuah kursi tua, berbahan jati, warga Batu tulis ini pun menceritakan perjalanan hidupnya sebelum memulai usaha barang antik. Ia mengaku awalnya hanya coba-coba melakukan jual beli barang tesrebut. Sebuah kendi peninggalan orang tua, akhirnya membuka jalan bagi Deddy, untuk menjalankan usaha jual beli barang tua. Berkat saran dari temannya, Deddy pun mulai menjajaki usaha jual beli barang-barang tua meski dalam lingkup kecil ¨ Waktu itu saya jualnya sedikit-sedikit, dari mulut ke mulut. Sampai akhirnya bisa cukup modal untuk buka usaha¨. Ucapnya.

Sebelum menekuni usahanya di barang antik, lelaki yang kini tinggal di Jalan Batutulis, Gang Amil No.21, Bogor ini mengaku memiliki usaha percetakan warisan orang tua. Namun setelah usaha barang antiknya berjalan, percetakannya pun terpaksa ditutup.

Pahit getir kehidupan tentu tidak lepas dari perjalanan hidupnya. Bahkan ia pun sempat menjajakan barang dagangannya di pinggir jalan Baru Bogor dan terpaksa pindah karena digusur. Baru di tempat yang saat inilah Deddy bisa mengembangkan usahanya.

Beberapa pelanggan yang daatng pun tidak hanya berasal dari kota Bogor, tapi juga dari daerah lain seperti Jakarta, Sukabumi dan Depok “Kalau pembeli itu dari maan-mana. Tapi kebanyakan dari Bogor¨ jelasnya

Masalah harga, Deddy mengaku masing-masing benda memiliki harga yang bervariasi. Tergantung dari usia benda itu sendiri. Kebanyakan berkisar antara Rp2 juta sampai Rp15 juta. Sementara khusus harga ranjang yang berusia satu abad ia banderol dengan harga Rp40 juta. ¨Semakin tua, harganya makin mahal. Dan barang-barang yang saya jual hanya khusus untuk kayu jati. Selain itu saya tidak jual¨ pungkasnya.

Setiap harinya Toko milih Deddy buka dari jam delapan pagi sampai jam enam sore. Ia juga melayani perbaikan untuk paraabot yang rusak atau ingin diperbaharui (ula)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Wabup, ‘Siapa Dapat Apa’

Polemik pengisian wakil bupati (wabup) Bogor terus saja bergulir. Tarik menarik kepentingan antara partai politik (parpol) pengusung Rachmat Yasin- Nurhayanti (RAYA) saat pemilihan kepala daerah (pilkada) 2013 membuat suhu politik di Kabupaten Bogor kian memanas. Masing-masing parpol berusaha mempertahankan jagoannya aga r bisa menjadi pendamping Nurhayanti. Segala cara dilakukan agar tujuannya tercapai, apalagi kalau bukan demi kekuasaan. Politik tidak pernah lepas dari kepentingan. Sebab, politik menyangkut ‘ siapa dapat apa’, seperti yang diungkapkan pakar politik Amerika serikat Harold D Lasswell.

Rio... Tolong Jemput Aku

Malam itu, tubuh Rena mendadak menggigil. Suhu tubuhnya lumayan tinggi, sementara posisinya masih di kantor. Beruntung, malam itu pekerjaannya sudah selesai. Tinggal menunggu finishing yang dilakukan rekannya. Sambil rebahan, Rena membaringkan tubuhnya di ruang pojok yang ada di kantor. Ruang itu memang biasa dipakai untuk segala rupa. Ada yang tidur, gosip, makan bareng, solat dan juga rapat setiap awal pekan. Rena melipat tubuhnya untuk mempertahankan suhu tubuh yang malam itu dirasanya nano-nano.  Antara dingin yang menusuk kulit dan panas disertai kepala pusing hingga membuat matanya jadi berair. Dan ujungnya, air mata pun membanjiri wajahnya yang sudah terlihat layu. Sambil menggosok-gosokan tangan Rena coba mengembalikan suhu tubuhnya kembali normal. Itu juga cara dia menghilangkan rasa dingin yang membuat seluruh tubuhnya terasa ngilu. Malam itu sudah cukup larut. Dia pun sempat dilema apakah akan meminta jemput atau memaksa diri untuk pulang sendiri mengendarai moto

Menanti Takdir Tuhan untuk Disa

Adam dan Disa. Hubungan keduanya masih terbilang baik. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini Disa lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Adam. Bukan karena tak suka, tapi karena ia tak ingin terlarut dalam perasaan yang belum jelas ujungnya. Malam itu, sebuah pesan muncul di ponsel Disa. "Besok libur, kemana kita'? begitu isi pesannya. Adam mengajak Disa pergi lagi. Tapi kali ini, gadis itu menolak. Karena alasan terlalu sering bepergian tiap kali libur akhir pekan. Disa memang terbilang wanita aneh. Kadang, ia menyukai berada di tengah keramaian. Berkumpul dengan teman-teman kantornya sesekali. Tapi,ia pun menikmati waktu sendiri, meski hanya bersama laptop dan alunan musik. Disa menolak karena ingin bersama keluarganya. Ia merasa tak enak hati jika tiap libur, ia harus keluar rumah. Lalu kapan waktu untuk ayah, ibu dan saudaranya. Begitu isi pikiran Disa saat mendapat ajakan Adam. Beruntung, Adam cukup pengertian. Keduanya pun gagal bertemu.  Dalam hati Disa,