Langsung ke konten utama

Genap 5 Tahun


Genap 5 tahun. Tidak terasa, ternyata sudah lima tahun bergabung dengan keluarga besar Metropolitan.

14 Januari 2013
Saya datang ke gedung Graha Pena lantai dua sembari membawa lamaran. Dengan segala 'kebutaannya' tentang Bogor, saya beranikan diri melamar di posisi wartawan. (Maklum, lima tahun saya lebih banyak beraktivitas di Semarang. Bahkan, nama bupati dan walikota pun saya tidak tahu. Ketika itu saya bertemu dengan sosok lelaki dengan potongan rambut gondrong mirip salah satu personil The Rolling Stones.

Di bagian akhir sesi wawancara, lelaki itu bertanya apakah saya punya dan bisa mengendarai motor. Dengan pede, saya menjawab "bisa" (Padahal, aslinya saya masih takut mengendarai motor ke jalan raya)

15 Januari 2013
Tanpa pendampingan, beliau langsung menyuruh saya liputan sendiri. Cari berita yang menurut saya layak dimuat. Waktu itu saya tertarik mengangkat soal bocah penjaja plastik di pasar tradisional saat di jam sekolah. Tapi rupanya sulit menemukan sosok itu. Akhirnya, saya cuma buat tulisan tentang harga sembako di pasaran (standar...).

16 Januari 2013
Saya kembali ditantang membuat berita untuk mengisi boks. Tulisan feature yang kebanyakan mengangkat sisi lain dari sosok, profesi ataupun peristiwa. Saat itu saya tertarik membuat tulisan tentang suka duka masinis. Tapi hari itu saya diminta untuk menyertakan surat izin peliputan tentang topik yang saya angkat. Akhirnya, liputan hari kedua saya gagal untuk kategori boks.

17 Januari 2013
Saya kembali datang ke stasiun Bogor sembari membawa surat tugas. Dan, luar biasa perjuangannya untuk bisa wawancara salah satu masinis. Karena izinnya harus ke KAI pusat. Di hari itu, saya mengurusnya sampai ke Stasiun Jakarta Kota. Nyaris saat itu saya tidak mendapat restu, karena yang pejabat yang bersangkutan tidak ada di tempat.

Saya sudah berniat kembali ke kantor dengan tangan kosong. Tapi tiba-tiba ponsel saya berdering. Seorang pejabat KAI menelpon saya untuk kembali ke ruangan mengambil surat izin tersebut. Padahal saat itu posisi saya sudah di dalam kereta jurusan Jakarta Kota-Bogor. Akhirnya detik itu juga saya turun dan kembali ke ruangan.

Bahkan, saya sempat bersitegang dengan petugas yang menjaga palang pintu, karena diminta untuk jalan memutar. (Berhubung waktu saya terbatas, yakni mengejar surat sekaligus tidak mau ketinggalan kereta yang akan berangkat, akhirnya saya terobos pintu yang seharusnya hanya boleh dilalui penumpang yang akan masuk ke ruang tunggu pemberangkatan).

Sampai akhirnya, surat izin itu saya dapatkan. "Alhamdulillah" batinku. Saya pun bergegas ke kereta yang tadi sudah saya naiki. Dan, mau tak mau bertemu dengan petugas yang tadi sempat berseteru. Akhirnya saya meminta maaf pada petugas di sana
"Maa pak, saya buru-buru. Hanya untuk mengambil surat ini dan saya harus segera ke Bogor,"kata saya dengan nafas tersengal sengal.

Hari itu, perjalanan masih panjang dan perjuangan belum berakhir. Karena, saya masih harus menemui salah satu kepala masinis di stasiun Depok. Dia yang akan menentukan siapa masinis yang bisa diwawancarai di Stasiun Bogor.

Singkat cerita setelah melalui drama panjang, saya tiba di Stasiun Bogor dan berhasil mewawancarai sosok masinis dengan segala cerita suka dukanya. Alhamdulillah, percobaan liputan hari ketiga saya berhasil dengan hasil tulisan yang lumayan banyak diedit oleh korlipnya langsung. Tapi saya puas, karena nama lengkap saya dimuat dalam tulisan tersebut.

Januari- Februari 2013
Saya diperbantukan menjadi wartawan bisnis dan lifetyle. Hampir setiap hari kerjaan saya hanya mal-to-mal. Bahkan, ada rekan yang sempat menyebut saya seperti sales. Karena, tiap datang ke kantor saya selalu membawa brosur mobil keluaran terbaru, atau perumahan yang siap bangun.

April-Juni 2013
Saya diroling menjadi wartawan wilayah di Bogor Timur. Mulai dari Babakanmadang, Citeureup, Gunungputri, Klapanunggal, Cileungsi, Jonggol, Sukamakmur sampai Tanjungsari dan Cariu menjadi area tugas saya. Hamipir semua wilayah saya datangi, kecuali Tanjungsari dan Cariu. Dengan segala ceritanya, liputan di wilayah membuat saya merasa punya keluarga baru. Karena, ada saja rumah warga yang saya jadikan tempat singgah di tengah sengatan matahari.

25 Juli 2013 
Saya dipindahtugaskan untuk meliputi politik di Pilwakot Bogor. Saat itu adalah hari penetapan nomor urut pasangan calon di Brajamustika, Kota Bogor. Ya, mulai hari itu saya menjadi wartawan politik yang saban hari mengikuti kegiatan paslon. Masih ingat, bagaimana tiap sore salah satu paslon rutin mendatangi rumah warga yang ada di pelosok kota. Lewati gang sempit, pemukiman padat yang selalu membuat saya nyasar. Ketika itu, ketua tim pemenangannya cuma geleng-geleng karena sering saya repotkan untuk memberi arah lokasi.

16 Januari 2018 
Siapa sangka kalau sekarang saya masih di kantor ini dengan mengemban tanggungjawab sebagai redaktur halaman satu.

Terimakasih untuk setiap prosesnya. Semoga bisa terus berkarya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Wabup, ‘Siapa Dapat Apa’

Polemik pengisian wakil bupati (wabup) Bogor terus saja bergulir. Tarik menarik kepentingan antara partai politik (parpol) pengusung Rachmat Yasin- Nurhayanti (RAYA) saat pemilihan kepala daerah (pilkada) 2013 membuat suhu politik di Kabupaten Bogor kian memanas. Masing-masing parpol berusaha mempertahankan jagoannya aga r bisa menjadi pendamping Nurhayanti. Segala cara dilakukan agar tujuannya tercapai, apalagi kalau bukan demi kekuasaan. Politik tidak pernah lepas dari kepentingan. Sebab, politik menyangkut ‘ siapa dapat apa’, seperti yang diungkapkan pakar politik Amerika serikat Harold D Lasswell.

Rio... Tolong Jemput Aku

Malam itu, tubuh Rena mendadak menggigil. Suhu tubuhnya lumayan tinggi, sementara posisinya masih di kantor. Beruntung, malam itu pekerjaannya sudah selesai. Tinggal menunggu finishing yang dilakukan rekannya. Sambil rebahan, Rena membaringkan tubuhnya di ruang pojok yang ada di kantor. Ruang itu memang biasa dipakai untuk segala rupa. Ada yang tidur, gosip, makan bareng, solat dan juga rapat setiap awal pekan. Rena melipat tubuhnya untuk mempertahankan suhu tubuh yang malam itu dirasanya nano-nano.  Antara dingin yang menusuk kulit dan panas disertai kepala pusing hingga membuat matanya jadi berair. Dan ujungnya, air mata pun membanjiri wajahnya yang sudah terlihat layu. Sambil menggosok-gosokan tangan Rena coba mengembalikan suhu tubuhnya kembali normal. Itu juga cara dia menghilangkan rasa dingin yang membuat seluruh tubuhnya terasa ngilu. Malam itu sudah cukup larut. Dia pun sempat dilema apakah akan meminta jemput atau memaksa diri untuk pulang sendiri mengendarai moto

Menanti Takdir Tuhan untuk Disa

Adam dan Disa. Hubungan keduanya masih terbilang baik. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini Disa lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Adam. Bukan karena tak suka, tapi karena ia tak ingin terlarut dalam perasaan yang belum jelas ujungnya. Malam itu, sebuah pesan muncul di ponsel Disa. "Besok libur, kemana kita'? begitu isi pesannya. Adam mengajak Disa pergi lagi. Tapi kali ini, gadis itu menolak. Karena alasan terlalu sering bepergian tiap kali libur akhir pekan. Disa memang terbilang wanita aneh. Kadang, ia menyukai berada di tengah keramaian. Berkumpul dengan teman-teman kantornya sesekali. Tapi,ia pun menikmati waktu sendiri, meski hanya bersama laptop dan alunan musik. Disa menolak karena ingin bersama keluarganya. Ia merasa tak enak hati jika tiap libur, ia harus keluar rumah. Lalu kapan waktu untuk ayah, ibu dan saudaranya. Begitu isi pikiran Disa saat mendapat ajakan Adam. Beruntung, Adam cukup pengertian. Keduanya pun gagal bertemu.  Dalam hati Disa,