Langsung ke konten utama

Meniti dari Nol


Tidak ada kesuksesan yang diraih tanpa ketekunan, perjuangan dan pengorbanan. Semua dimulai dari nol. Kata-kata itu terus terpatri dalam diri. Saat kejenuhan merasuk atau pikiran sedang berantakan karena merasa lelah.

Kadang, ada saja orang-orang yang membuat diri patah semangat. Entah dari sikapnya atau mungkin dari cara pandangnya yang tiba-tiba membuat gairah meraih kesuksesan mendadak kendur.

Tapi lagi-lagi saya sadar kalau diri ini bukanlah siapa-siapa. Untuk itulah sekarang ini masanya menjadikan diri ini lebih bernilai. Istilahnya Zero to Hero.

Bukankah setiap anak tangga memang harus dilewati. Apapun kondisinya. Karena kesuksesan di masa depan tergantung dari apa yang kita lakukan di masa kini.

Saya percaya dan meyakini sepenuhnya kalau setiap pekerjaan yang dilakukan saat ini tidak akan pernah sia-sia untuk diri saya di masa depan. Walaupun hasilnya belum terlihat, paling tidak kita selalu berusaha menanam kebaikan.

Dan, menjalankan tanggungjawab dengan sebaik-sebaiknya saya kira itu bagian kebaikan yang harus terus ditanamkan.

Tapi tentu saja untuk tetap konsisten maka selalu ada tantangan. Termasuk, ketika diri dihadapi dengan kondisi tak mengenakan atau tak menguntungkan.

Melakukan pekerjaan yang memang bidangnya, tapi bukan pada porsinya. Bagaimana?
Haruskah melakukannya sepenuh hati tanpa imbalan? atau melakukannya dengan meminta imbalan? atau menolaknya karena merasa diri terlalu berharga, hingga saat tawaran datang tanpa imbalan itu dianggap merugikan atau hal sia-sia.

Maka, pilihan saya jatuh pada yang pertama. Ya, buat saya tidak ada yang sia-sia kalau kita melakukannya dengan sepenuh hati. Imbalan atau tanpa imbalan saya kira itu hak Allah yang memberikan rezeki. Bukankah Allah tidak pernah mau berhutang pada hamba-NYA.

Cukup itu yang saya pegang.
Dan, saya pun menjadi ringan setiap kali melangkah. Walaupun kanan-kiri ada saja yang mengompor-ngompori.

Mungkin bagi orang lain pilihan saya terkesan bodoh, Karena tidak memanfaatkan peluang untuk mengambil untung. Tapi, saya punya pemikiran lain.

Saya menganggap kalau apa yang saya kerjakan untuk orang lain secara cuma-cuma sebagai bagian dari modal untuk meraih kesuksesan.  Seperti pengusaha yang menjalankan bisnisnya, bukankah mereka juga membutuhkan modal. Bukan cuma modal finansial, jaringan pertemanan pun bisa jadi modal untuk menjalankan roda bisnis.

Begitupun dengan apa yang saya lakukan. Saya sadar bukan dilahirkan dari keluarga kaya raya. Saya sadar kalau diri ini bukan siapa-siapa. Maka dari itu, saya belajar menitinya dari nol. Setapak demi setapak, selangkah demi selangkah, insyaallah berkah.


Bogor 2018



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Wabup, ‘Siapa Dapat Apa’

Polemik pengisian wakil bupati (wabup) Bogor terus saja bergulir. Tarik menarik kepentingan antara partai politik (parpol) pengusung Rachmat Yasin- Nurhayanti (RAYA) saat pemilihan kepala daerah (pilkada) 2013 membuat suhu politik di Kabupaten Bogor kian memanas. Masing-masing parpol berusaha mempertahankan jagoannya aga r bisa menjadi pendamping Nurhayanti. Segala cara dilakukan agar tujuannya tercapai, apalagi kalau bukan demi kekuasaan. Politik tidak pernah lepas dari kepentingan. Sebab, politik menyangkut ‘ siapa dapat apa’, seperti yang diungkapkan pakar politik Amerika serikat Harold D Lasswell.

Rio... Tolong Jemput Aku

Malam itu, tubuh Rena mendadak menggigil. Suhu tubuhnya lumayan tinggi, sementara posisinya masih di kantor. Beruntung, malam itu pekerjaannya sudah selesai. Tinggal menunggu finishing yang dilakukan rekannya. Sambil rebahan, Rena membaringkan tubuhnya di ruang pojok yang ada di kantor. Ruang itu memang biasa dipakai untuk segala rupa. Ada yang tidur, gosip, makan bareng, solat dan juga rapat setiap awal pekan. Rena melipat tubuhnya untuk mempertahankan suhu tubuh yang malam itu dirasanya nano-nano.  Antara dingin yang menusuk kulit dan panas disertai kepala pusing hingga membuat matanya jadi berair. Dan ujungnya, air mata pun membanjiri wajahnya yang sudah terlihat layu. Sambil menggosok-gosokan tangan Rena coba mengembalikan suhu tubuhnya kembali normal. Itu juga cara dia menghilangkan rasa dingin yang membuat seluruh tubuhnya terasa ngilu. Malam itu sudah cukup larut. Dia pun sempat dilema apakah akan meminta jemput atau memaksa diri untuk pulang sendiri mengendarai moto

Menanti Takdir Tuhan untuk Disa

Adam dan Disa. Hubungan keduanya masih terbilang baik. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini Disa lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Adam. Bukan karena tak suka, tapi karena ia tak ingin terlarut dalam perasaan yang belum jelas ujungnya. Malam itu, sebuah pesan muncul di ponsel Disa. "Besok libur, kemana kita'? begitu isi pesannya. Adam mengajak Disa pergi lagi. Tapi kali ini, gadis itu menolak. Karena alasan terlalu sering bepergian tiap kali libur akhir pekan. Disa memang terbilang wanita aneh. Kadang, ia menyukai berada di tengah keramaian. Berkumpul dengan teman-teman kantornya sesekali. Tapi,ia pun menikmati waktu sendiri, meski hanya bersama laptop dan alunan musik. Disa menolak karena ingin bersama keluarganya. Ia merasa tak enak hati jika tiap libur, ia harus keluar rumah. Lalu kapan waktu untuk ayah, ibu dan saudaranya. Begitu isi pikiran Disa saat mendapat ajakan Adam. Beruntung, Adam cukup pengertian. Keduanya pun gagal bertemu.  Dalam hati Disa,