Langsung ke konten utama

industri media & BUDAYA

     Industri media dan budaya saat ini tengah menjadi wacana. Berbagai peran yang disandngnya membuat media dan budaya sebagai pusat mengelola dan mereproduksi masyarakat kekinian yang sangat penting. Perilaku keseharian masyarakat selalu dapat dirujuk dan mempunyai relasi dengan media.Berkembangnya media membuat masyarakat menjadi terbius oleh segala yang disajikannya. Media memberikan masyarakat infomasi adalah benar. Tapi tidak menutup mata, bahwa seringkali informasi yang diberikan media itu bias. Media membingkai realitas sebagai sebuah informasi menurut kepentingan media sehingga ada sebagian realitas yang diabaikan.

     Hal ini tentunya ada hubungannya dengan campur tangan kaum kapitalis yang semata-mata hanya memikirkan keuntungan dan keuntungan. Media tidak lagi cermin atas masyarakat, akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya bahwa masyarakat merupakan cermin atas media. Media membuat realitas baru yang seolah hal tersebut dianggap benar-benar ‘benar’.Jika dalam uses and gratifications theory disebutkan bahwa masyarakat adalah khalayak yang aktif dimana mereka memilih media sesuai dengan kebutuhannya. Namun yang terjadi adalah masyarakat tidak memiliki pilihan lain untuk memilih, selain apa yang ada di media. Karena adanya monopoli kaum kapitalis. 

      Pengaruh media membentuk sebuah masyarakat tontonan., yang semuanya haus akan akan apa yang didiberikan media. media seolah ’guru’ yang keberadaannya digugu dan ditiru masyarakat. Buktinya tidak sedikit masyarakat yang terjebak oleh media. Contohnya iklan produk kecantikan yang membuat paradigma mengenai perempuan cantik yaitu berambut lurus, tubuhnya putih, badannya langsing dsb.mungkin kita pernah melihat seorang perempuan yang pipinya berwarna hitam ’gososng’.mereka Berusaha agar wajahnya putih, namun yang terjadi justru sebaliknya. Media mengunakan simbol tertentu agar masyarakat percaya. Media seperti ’jarum suntik’, yang memberikan efek tidak sadar bagi masyarakatnya. 

     Saat ini, fenomena game online juga menjadi bukti bahwa masyarakat terhegemoni oleh media. Fenomena game online menjadi booming. Penggemarnya tidak hanya anak-anak bahkan orang dewasa pun ’ketagihan’ dengan game tersebut sampai-sampai mereka rela berjam-jam di depan komputer dan tidak peduli malam atau siang. Tidak peduli dengan biaya yang harus dikeluarkan. Jika dahulu warnet terlihat sepi bahkan tutup. Namun, yang terjadi saat ini warnet buka 24 jam non-stop. Media membentuk masyarakat menjadi konsumtif. Dan tingkat konsumerisme menjadi semakin tinggi akibat pengaruh. Media juga membentuk mayrakat yang anti-sosial. Hadirnya media membuat masyarakat menjadi malas dan enggan bersosialisasi.mereka lebih meyukai untuk menonton televisi sendiri hingga enggan untuk beranjak.

     Orang yang ketagihan dengan game online, ia tidak akan mempedulikan lingkungan sosial, ia terlalu asyik dengan dunia permainanannya. Selain itu, media juga mempengaruhi masyarakat untuk melakukan imitasi atas acara yang ditayangkan yang tentunya mengandung unsur kekerasan. Peristiwa meninggalnya seorang anak akibat mennton acara smackDown merupakan salah satu dari sekian banyak kasus akibat menonton televisi. Belum lagi kasus mutilasi yang semakin meningkat akibat terinspirasi dari berita kriminal yang berlebihan di sejumlah media. Dimana peran media yang dikatakan sebagai pendidikan.? Media tidak lagi mendidik masyarakat namun media justru melakukan ’pembodohan’ secara besar-besaran.

     Hampir setiap hari masyarakat dicekoki oleh acara-acara yang tidak mendidik. Saat ini masyarakat berada dalam ’penjajahan’. Masyarakat tidak diberikan pilihan untuk memilih. Kaum kapitalis telah memaksa masyarakat untuk menonton apa yang ada dimedia walaupun secara implisit. Sinetron, infotainment yang isinya hanya gaya hidup orang-orang kaya, pertengkaran dan berbaga unsur kekerasan lainnya. Lahirnya masyarakat tontonan menjadikan masyarakat pasif, bodoh secara perlahan-lahan. Dan media tidak pernah memikirkan hal itu. Dibawah kendali kaum kapitalis, masyarakat ’dijajah’ untuk ikut dalam arus kapitalisme. Dan seharusnya pemerintah pun mulai sadar, mulai bangun dan segera bertindak. Dalam pancasila, sila ke lima yang berbunyi ”Keadilan sosial bagi sleuruh rakyat Iindonesia” titik poinnya adalah keadilan. Itu artinya keadilan informasi juga berhak masyarakat dapatkan. Informasi yang sesuai dengan realita sesungguhnya bukan informasi yang dibuat hanya untuk kepentingan media.


Referensi: http://www.kmb.meisolar.com
http://kurodakampe.multiply.com/journal/item/6

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Wabup, ‘Siapa Dapat Apa’

Polemik pengisian wakil bupati (wabup) Bogor terus saja bergulir. Tarik menarik kepentingan antara partai politik (parpol) pengusung Rachmat Yasin- Nurhayanti (RAYA) saat pemilihan kepala daerah (pilkada) 2013 membuat suhu politik di Kabupaten Bogor kian memanas. Masing-masing parpol berusaha mempertahankan jagoannya aga r bisa menjadi pendamping Nurhayanti. Segala cara dilakukan agar tujuannya tercapai, apalagi kalau bukan demi kekuasaan. Politik tidak pernah lepas dari kepentingan. Sebab, politik menyangkut ‘ siapa dapat apa’, seperti yang diungkapkan pakar politik Amerika serikat Harold D Lasswell.

Rio... Tolong Jemput Aku

Malam itu, tubuh Rena mendadak menggigil. Suhu tubuhnya lumayan tinggi, sementara posisinya masih di kantor. Beruntung, malam itu pekerjaannya sudah selesai. Tinggal menunggu finishing yang dilakukan rekannya. Sambil rebahan, Rena membaringkan tubuhnya di ruang pojok yang ada di kantor. Ruang itu memang biasa dipakai untuk segala rupa. Ada yang tidur, gosip, makan bareng, solat dan juga rapat setiap awal pekan. Rena melipat tubuhnya untuk mempertahankan suhu tubuh yang malam itu dirasanya nano-nano.  Antara dingin yang menusuk kulit dan panas disertai kepala pusing hingga membuat matanya jadi berair. Dan ujungnya, air mata pun membanjiri wajahnya yang sudah terlihat layu. Sambil menggosok-gosokan tangan Rena coba mengembalikan suhu tubuhnya kembali normal. Itu juga cara dia menghilangkan rasa dingin yang membuat seluruh tubuhnya terasa ngilu. Malam itu sudah cukup larut. Dia pun sempat dilema apakah akan meminta jemput atau memaksa diri untuk pulang sendiri mengendarai moto

Menanti Takdir Tuhan untuk Disa

Adam dan Disa. Hubungan keduanya masih terbilang baik. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini Disa lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Adam. Bukan karena tak suka, tapi karena ia tak ingin terlarut dalam perasaan yang belum jelas ujungnya. Malam itu, sebuah pesan muncul di ponsel Disa. "Besok libur, kemana kita'? begitu isi pesannya. Adam mengajak Disa pergi lagi. Tapi kali ini, gadis itu menolak. Karena alasan terlalu sering bepergian tiap kali libur akhir pekan. Disa memang terbilang wanita aneh. Kadang, ia menyukai berada di tengah keramaian. Berkumpul dengan teman-teman kantornya sesekali. Tapi,ia pun menikmati waktu sendiri, meski hanya bersama laptop dan alunan musik. Disa menolak karena ingin bersama keluarganya. Ia merasa tak enak hati jika tiap libur, ia harus keluar rumah. Lalu kapan waktu untuk ayah, ibu dan saudaranya. Begitu isi pikiran Disa saat mendapat ajakan Adam. Beruntung, Adam cukup pengertian. Keduanya pun gagal bertemu.  Dalam hati Disa,