Langsung ke konten utama

KENANGAN MANIS @ SERAYU




          20 juni 2010 merupakan hari dimana aku bersama teman-teman wapeala melakukan perjalanan ke Wonosobo untuk mengikuti olahraga ‘maut’. Apalagi kalo bukan arung jeram. Yaa..., aku, anggita, barta, amar, yamin dan rama berangkat dari sekret tercinta (wapeala) dengan mengendarai motor. Selama kurang lebih 4 jam, kami melakukan perjalanan panjang. Hmmm...., cukup membuat (maaf) bokong kami terasa panas dan juga pegal. Kami berangkat seusai sholat maghrib, setelah sebelumnya aku menunggu sekitar 3 jam di seketariat.
          Perjalanan kami berjalan dengan lancar meski salah satu motor dari kami mengalami mogok. Namun semuanya pun terselesaikan. Perjalanan kami diterangi lampu-lampu kota dan kendaraan. Truk besar, bis malam begitu ramai saling mendahului. Jujur aku sedikit merasa khawatir. Hingga tak jarang aku mengingatkan driver ku (amar) untuk berhati-hati dan jangan sampai mengantuk. Semilir angin cukup menusuk tulang ku. udara malam itu begitu dingin hingga akhirnya kami ber-enam sepakat untuk menghangatkan badan di sebuah angkringan yang terletak di Wonosobo. secangkir susu jahe membuat badan ku terasa hangat dan lebih segar. rasa kantuk pun hilang seketika begitu aku meneguknya dan menikmati sepotong mendoan di tengah gelapnya malam.
       Setelah merasa lebih segar, akhirnya kami pun melanjutkan perjalanan menuju tempat camp, yang biasanya disebut rumah pak –Dar. Kami kembali melewati malam minggu di perjalanan. Suasana sepi membuat jantungku sedikit berdegup, tak jarang rasa takut akan kehadiran kalong jalanan hinggap dalam pikiran. Namun Alhamdulillah tidak tejadi apa-apa dan kami pun sampai tempat pak-Dar dengan selamat.
      Pukul 01.00 dini hari kami sampai di camp. beberapa dari kami pun segera mambaringkan badannya, dan bersiap mengambil posisi tidur sedangkan aku tak lupa untuk mengganti baju dan mencuci kaki. setelah itu aku pun bergegas tidur. kami tidur bersama dalam satu ruangan. laki-laki dan perempuan campur menjadi satu. Jika di lihat-lihat seperti ikan pindang yang siap di bakar. Ya..., seperti inilah kebiasaan wapeala, tidak pandang dia perempuan atau laki-laki semuanya dianggap satu saudara. 

          Jika boleh jujur, aku sebenarnya tidak merasa nyaman dengan hal itu. Tidur ku pun menjadi tidak lelap. aku mencoba memejamkan mata namun tetap saja aku tidak bisa terlelap. sesekali aku bangun dan kemudian tidur kembali. Begitulah seterusnya. Sampai akhirnya adzan subuh memanggilku. Aku pun bergegas bangun dan akhirnya mandi di pagi buta dan menjalankan kewajibanku untuk sholat. Setelah itu, aku menjadi kikuk. Tidak tahu apa yang harus aku perbuat, sementara teman-teman ku yang lain masih berada di pulau mimpi. Beruntung ibu pemilik rumah sudah bangun, akhirnya aku membantunya di dapur sambil berbincang-bincang. Kebersamaan ku dengannya mengingatkan aku akan suasana rumah.( Hmmm..., jadi kangen ingin pulang.)

          Setelah aku selesai membantu si ibu, tak terasa matahari pun mulai menampakkan sinarnya dan teman-teman ku yang lain satu per satu mulai bangun dan bersih-bersih. Berhubung aku sudah bersih-bersih lebih awal akhirnya aku meminjam sepeda arul dan aku pun jalan-jalan menikmati udara pagi yang begitu sejuk. Setelah puas jalan-jalan dengan sepeda polygon-nya aku kembali ke rumah pak-Dar dan membantu teman-teman untuk mempersiapkan alat-alat pengarungan. Awalnya aku mengira jika aku tidak akan ikut dalam pengarungan. Namun ternyata, teman ku amar yang merupakan instruktur arung jeram justru memplot ku untuk melakukan pengarungan.

          Aku berusaha untuk menolak dan bersih keras untuk tidak mau, namun aku justru di timpali pernyataan.kalo gak mau ikut diklat ya udah sana pulang”, itulah pernyataan yang di utarakan kepadaku. Namun aku lupa siapa yang berkata demikian. Akhirnya dengan segenap jiwa dan raga aku berusaha untuk menerimanya dan berusaha untuk memperkuat mental bahwa semua akan baik-baik saja (all izz well).  Saat itu yang aku rasakan adalah takut. Ya..., aku takut jika perahu yang aku tumpangi terbalik dan aku ikut hanyut terbawa arus seperti saat aku mengikuti arung jeram di elo. Aku menarik nafas dan perasaan ini tetap saja tidak tenang. Kekhawatiran ku begitu kuat. meski aku menoba melupakannya dengan mengambil foto teman-teman ku,  namun tetap saja perasaan was-was hinggap dalam benakku. Rasanya aku ingin cepat melalui hari itu dan segera kembali ke Semarang.

          Selesai semua alat dipacking, kami pun segera bergegas menuju lokasi pengarungan. Pengarungan ini merupakan latihan pra sebelum nantinya melakukan pengarungan secara full trip.  Dalam pengarungan kali ini kami di bagi menjadi dua tim pengarungan. Tim pertama yaitu aku, anggita, barta, amar, john, primus, dan yamin.kami melakukan pengarungan mulai dari jeram bendungan sampai jeram istirahat. Sedangkan tim keduanya adalah pepi, linda, ponco, mono, rama, ferdi, dan arul. Mereka melakukan pengarungan mulai dari jeram istirahat sampai finish. 

          Jantungku kembali berpacu begitu aku sampai di lokasi pengarungan. Apalagi saat semua perlatan pengarungan siap di gunakan. Waauuuw..., aku seperti ingin kabur saja. Aku berusaha berdaptasi dengan sungai serayu. Aku perhatikan arus sungainya dan aku tenangkan hati ini. Hingga akhirnya setelah berolahraga aku bersama tim ku pun pun bersiap naik ke atas perahu dengan perlengkapan yang safety procedure standard.
 
          Akhirnya setelah perlengkapan lengkap terpasang dan doa telah di panjatkan, tim kami pun bersiap menerjang setiap jeram. Dengan membaca bismillah aku mencoba untuk bisa menikmati perjalanan. Jeram demi jeram kami lewati. Standing wafe atau yang dikenal dengan gelombang berdiri begitu besar hingga tak jarang deburan airnya membasahi tubuh kami. Semua awak perahu begitu menikmati perjalanan kala itu. Teriakan suka cita mereka dengungkan, namun tidak demikian dengan ku. setiap kali melewati jeram, yang aku pikirkan adalah semoga aku selamat. Berkali-kali aku berdzikir dalam hati meminta perlindungan Allah agar aku bisa selamat sampai tujuan dan yang pasti berdoa agara perahu ku tidak terbalik. 
          Beberapa jeram telah kami taklukan dengan sempurna, namun tiba saatnya aku mengalami kejadian yang cukup membuat rasa trauma ku terhadap arung jeram bertambah besar. Ya....., saat itu amar menyuruh setiap awak perahu untuk berlatih menjadi skipper dan waktu itu primus yang memegang kendalinya. Saat memasuki jeram, standing wafenya begitu besar dan terdapat hole yang begitu dalam. Hingga seketika kami masuk dalam hole tersebut, perahu kami terbalik dan semua awak perahu hanyut di jeram termasuk aku. 

          Untuk kedua kalinya jatuh di jeram dan (lagi-lagi) di bawah perahu. Aku takut dan aku panic, beruntung saat itu ada john yang membantu ku untuk tenang dan akhirnya aku mencoba untuk tenang dan membenarkan posisi renang jeram ku. namun nafas ku terasa pendek bahkan aku merasa jika nafas ku hampir saja putus. Aku coba untuk berenang dan meminta tolong. Saat itu aku melihat pepi dan arul. Namun sayangnya mereka tidak berbuat apa.. Yang ada dalam hatiku saat itu adalah sebel, gondok, dongkol, sedih, kesel, pokoknya semua rasa gak enak bercampur jadi satu. 

        Saat itu aku benci dengan mereka berdua. aku berpikir kalo mereka jahat sangat jahat, aku juga sempat berpikir bahwa mereka orang yang tidak punya hati dan perasaan.  Tidak membantu ku sama sekali. Malah justru mentertawakan ku. (huuuffhh) dan akhirnya (jika tidak salah) seorang bapak tua yang membantu ku dan mono pun datang menenangkan aku yang benar-benar shock.

          Saat itu aku masih menenangkan diri sambil merenung kejadian yang (bagi ku) hampir membawa maut. Air mata tak mampu aku bendung. Bukan karena aku cengeng, aku hanya berpikir apa jadinya jika aku terus terbawa arus, aku tidak bisa membayangkan. kejadian hanyut itu begitu sakit tidak hanya fisik tapi mental.saat itu aku benar-benar benci. Benci dengan semua orang yang memaksaku untuk ikut pengarungan. Benci dengan orang-orang yang membiarkan aku menepi sendiri. Dan aku sempat berpikir jika memang tidak ada orang yang peduli dan mengerti perasaan ku. bayangkan saja.., begitu aku sampai di tepi beberapa justru tertawa. Apa mereka pikir kejadian itu  adalah hal yang lucu. 

         Sementara aku sudah selamat di tepi, beberapa teman ku yang satu tim masih berada disungai menunggu rescuer dan aku hanya diam seribu bahasa. Air mata ini jatuh tanpa aku minta hingga setelah semua teman-temanku terselamatkan aku diajak untuk melakukan pengarungan kembali dan aku putuskan untuk tidak ikut pengarungan selanjutnya meski sebenarnya tingga dua-tiga jeram lagi. saat itu aku sudah terlanjur parno dan juga kesel. (karna dari awal aku memang gak mau ikut pengarungan..., tp kenapa aq justru dipaksa.  Gerutu ku dalam hati).


       Akhirnya aku diganti oleh mono dan aku ikut arul menuju lokasi istirahat naik motor. Sesampainya di lokasi istirahat beberapa temanku (tim 2) kaget mengapa aku bisa ada didarat dan tidak bersama tim 1 di perahu. Dengan muka tidak bersalahnya mereka ‘mengece-ngece’ ku. ada yang bialng “ah.., payah..., masa gitu aja takut. Padahal kan seru” ada juga yang menirukan ekspresiku saat berusaha untuk menepi (sungguh menyebalkan).

          Perasaan takut, kesel, ku akhirnya lama-lama mulai hilang dan aku mencoba merenungkan kembali kejadian yang baru saja aku alami. Aku justru tertawa-tawa sendiri dalam hati. Aku jadi tahu mengapa teman-teman ku yang lain mentertawakan ku saat aku berusaha untuk renang menepi. Ternyata aku renang di tempat yang dangkal. Bahkan tanpa aku renang pun seharusnya aku sudah bisa berdiri. Hanya saja saat itu aku dalam keadaan shock, panic hingga tak bisa berpikir. Ya..ya..ya.., pantas saja mereka mentertawakan ekspresiku.., dan aku jadi malu sendiri.

          Setelah kejadian itu aku jadi berpikir, sungguh berjasa teman-teman ku yang ada di wapeala. Berkat mereka aku jadi punya kenangan pahit (awalnya) dan kini berubah menjadi kenangan manis.
-594 Au-




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Wabup, ‘Siapa Dapat Apa’

Polemik pengisian wakil bupati (wabup) Bogor terus saja bergulir. Tarik menarik kepentingan antara partai politik (parpol) pengusung Rachmat Yasin- Nurhayanti (RAYA) saat pemilihan kepala daerah (pilkada) 2013 membuat suhu politik di Kabupaten Bogor kian memanas. Masing-masing parpol berusaha mempertahankan jagoannya aga r bisa menjadi pendamping Nurhayanti. Segala cara dilakukan agar tujuannya tercapai, apalagi kalau bukan demi kekuasaan. Politik tidak pernah lepas dari kepentingan. Sebab, politik menyangkut ‘ siapa dapat apa’, seperti yang diungkapkan pakar politik Amerika serikat Harold D Lasswell.

Rio... Tolong Jemput Aku

Malam itu, tubuh Rena mendadak menggigil. Suhu tubuhnya lumayan tinggi, sementara posisinya masih di kantor. Beruntung, malam itu pekerjaannya sudah selesai. Tinggal menunggu finishing yang dilakukan rekannya. Sambil rebahan, Rena membaringkan tubuhnya di ruang pojok yang ada di kantor. Ruang itu memang biasa dipakai untuk segala rupa. Ada yang tidur, gosip, makan bareng, solat dan juga rapat setiap awal pekan. Rena melipat tubuhnya untuk mempertahankan suhu tubuh yang malam itu dirasanya nano-nano.  Antara dingin yang menusuk kulit dan panas disertai kepala pusing hingga membuat matanya jadi berair. Dan ujungnya, air mata pun membanjiri wajahnya yang sudah terlihat layu. Sambil menggosok-gosokan tangan Rena coba mengembalikan suhu tubuhnya kembali normal. Itu juga cara dia menghilangkan rasa dingin yang membuat seluruh tubuhnya terasa ngilu. Malam itu sudah cukup larut. Dia pun sempat dilema apakah akan meminta jemput atau memaksa diri untuk pulang sendiri mengendarai moto

Menanti Takdir Tuhan untuk Disa

Adam dan Disa. Hubungan keduanya masih terbilang baik. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini Disa lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Adam. Bukan karena tak suka, tapi karena ia tak ingin terlarut dalam perasaan yang belum jelas ujungnya. Malam itu, sebuah pesan muncul di ponsel Disa. "Besok libur, kemana kita'? begitu isi pesannya. Adam mengajak Disa pergi lagi. Tapi kali ini, gadis itu menolak. Karena alasan terlalu sering bepergian tiap kali libur akhir pekan. Disa memang terbilang wanita aneh. Kadang, ia menyukai berada di tengah keramaian. Berkumpul dengan teman-teman kantornya sesekali. Tapi,ia pun menikmati waktu sendiri, meski hanya bersama laptop dan alunan musik. Disa menolak karena ingin bersama keluarganya. Ia merasa tak enak hati jika tiap libur, ia harus keluar rumah. Lalu kapan waktu untuk ayah, ibu dan saudaranya. Begitu isi pikiran Disa saat mendapat ajakan Adam. Beruntung, Adam cukup pengertian. Keduanya pun gagal bertemu.  Dalam hati Disa,