Langsung ke konten utama

Kita dan Aktor Figuran


“Ketika seseorang datang dan masuk dalam kehidupan kita, maka sudah wajib hukumnya untuk mempersiapkan diri jika orang tersebut akan keluar dan pergi dari kehidupan kita”.
Mereka memang selalu datang dan pergi sesuka hati. Masuk dan keluar seenaknya, bahkan seringkali tidak berpamitan. Dan sepertinya kita pun harus siap dengan hal itu. Satu hal yang pasti, bahwa kehadirannya memiliki peran dalam hidup kita. Bukankan dunia ini seperti panggung sandiwara, di mana masing-masing dari kita adalah aktor utama  Ada peran yang harus kita mainkan. Dan layaknya sebuah pementasan, maka akan banyak pemain yang akan beradu akting dengan kita. Ada yang berperan sebagai pemain pendukung ada pula yang bertindak sebagai pemain figuran atau hanya sekedar hiasan.
Apapun peran mereka, kehadirannya tetap menjadi unsur yang tidak kalah  penting untuk membuat pementasan menjadi lebih hidup. Begitupun halnya dengan orang-orang yang kita temui. Meskipun kedatangannya seringkali  silih berganti, mereka pun memainkan peran penting untuk  hidup kita. Mereka adalah orang yang berharga untuk membuat hidup kita menjadi lebih hidup. Tanpa kita sadari,  mereka telah mengajarkan kita banyak hal yang bisa membuat hidup kita menjadi lebih berkualitas. Lalu, pernahkah kita berterima kasih dengan kehadiran mereka, para pemain figuran dan pendukung lainnya dalam hidup kita? atau jangan-jangan kita lebih sering menyesali pertemuan dengan mereka?
            Sebagai manusia yang memiliki keterbatasan,  kita hanya menjalankan takdir yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta. Menjalankan takdir-NYA bukan berarti kita pasrah keadaan dan membuat kita menjadi enggan untuk merubah keadaaan (TIDAK!). Yang dimaksud dengan menjalankan takdir-NYA adalah menerima apa yang telah menjadi keputusan dan kehendak-NYA. Ketika kita berusaha untuk selalu berbuat baik kepada orang lain, dan suatu hari kita bertemu dengan seseorang yang justru memperlakukan kita sebaliknya, maka mau tidak mau, suka tidak suka harus kita terima. Itu adalah bagian dari ujian agar kita menjadi pribadi yang lebih berkualitas. Kita tidak tahu bagaimana rasanya sakit, sebelum kita terjatuh. Jatuh untuk berdiri dan menjadi kuat. Itulah yang harus kita sikapi.
Sama halnya dengan pertemuan kita dengan para pemain figuran. Berbagai karakter mereka sudah pasti ada yang tidak pas dan nyaman di hati. Namun itulah cara Allah untuk mengajarkan kita untuk bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Kehadiran mereka seharusnya kita sikapi sebagai cermin untuk menginsitrospeksi diri kita. Karena bagaimana pun juga kita adalah pamrean figuran untuk orang lain, dan bisa jadi kehadiran kita pun membuat perasaan orang lain menjadi tidak nyaman.
Kita tidak bisa menuntut mereka untuk berperilaku, bersikap sesuai dengan yang kita inginkan. Masing-masing kepala memiliki isi yang berbeda. Jadi persiapkan diri kita untuk menerima hal-hal di luar keinginan kita agar kita tidak kecewa. Ketika seseorang datang dalam hidup kita, maka bersiaplah jika suatu saat nanti  ia pergi meninggalkan kita. Meskipun manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain, namun pada akhirnya memang tidak ada yang bisa membantu kita untuk menjalani hidup ini selain diri yang lemah ini dan pertolongan-NYA.
Semoga ada hikmah yang dapat dipetik dari setiap rangkaian kata yang tersusun didalamnya. Tulisan ini adalah bentuk keprihatinan saya atas beberapa fenomena yang muncul, baik yang berupa cerita fiktif yang muncul di televisi ataupun yang saya temui dalam keseharian.  Ketika seseorang, teman, sahabat ataupun orang lain yang tengah merasa bahagia karena memiliki orang-orang yang dicintai dan mencintainya. Namun seringkali mereka lupa, jika dalam setiap pertemuan selalu ada perpisahan. Dan seringkali kita tidak menyiapkannya, sehingga yang terjadi tidak sedikit orang-orang yang frustasi, depresi karena harus berpisah dengan orang-orang yang dicintainya. Hal tersebut pun tidak jarang menumbuhkan rasa benci. Benci karena telah disakiti oleh orang yang pernah dicintai. Orang yang telah ditetapkan Allah menjadi aktor figuran ataupun pendukung dalam pementasan cerita kehidupan kita. 
Tidak sedikitkan kasus seperti itu terjadi. Awal-awal merasa bahagia, dunia sekaan milik berdua. Namun ketika hubungan telah berakhir justru satu sama lain saling membenci. berlomba-lomba untuk mencari pemeran pengganti tanpa melakukan instrospeksi. 
Hidup itu akan terus berkesinambungan. Pementasan cerita kehidupan kita akan terus berlangsung, dan selama itu pula akan ada pemeran-pemeran baru yang masuk dan menjadi bagian dari cerita kehidupan kita. siapa pun pemeran tersebut, bagaimana pun sikap, sifat dan perilakunya buatlah mereka menjadi pemeran yang berjasa. Karena mereka akan memberikan diri ini pengalaman dan pelajaran hidup berharga, yang kelak membuat diri yang lemah ini menjadi pribadi yang lebih berkualitas. 

Kita adalah seperti yang kita pikirkan
berpikirlah positif dalam situasi seburuk dan sesulit apapaun
karena sesungguhnya segala yang terjadi dan segala ketetapan-NYA akan berujung pada KEBAIKAN
bagi kita. bagi saya, kamu, dia dan mereka yang menyakini dan percaya pada Penciptanya. 

semoga kita selalui dilindungi oleh -NYA
amin...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Wabup, ‘Siapa Dapat Apa’

Polemik pengisian wakil bupati (wabup) Bogor terus saja bergulir. Tarik menarik kepentingan antara partai politik (parpol) pengusung Rachmat Yasin- Nurhayanti (RAYA) saat pemilihan kepala daerah (pilkada) 2013 membuat suhu politik di Kabupaten Bogor kian memanas. Masing-masing parpol berusaha mempertahankan jagoannya aga r bisa menjadi pendamping Nurhayanti. Segala cara dilakukan agar tujuannya tercapai, apalagi kalau bukan demi kekuasaan. Politik tidak pernah lepas dari kepentingan. Sebab, politik menyangkut ‘ siapa dapat apa’, seperti yang diungkapkan pakar politik Amerika serikat Harold D Lasswell.

Rio... Tolong Jemput Aku

Malam itu, tubuh Rena mendadak menggigil. Suhu tubuhnya lumayan tinggi, sementara posisinya masih di kantor. Beruntung, malam itu pekerjaannya sudah selesai. Tinggal menunggu finishing yang dilakukan rekannya. Sambil rebahan, Rena membaringkan tubuhnya di ruang pojok yang ada di kantor. Ruang itu memang biasa dipakai untuk segala rupa. Ada yang tidur, gosip, makan bareng, solat dan juga rapat setiap awal pekan. Rena melipat tubuhnya untuk mempertahankan suhu tubuh yang malam itu dirasanya nano-nano.  Antara dingin yang menusuk kulit dan panas disertai kepala pusing hingga membuat matanya jadi berair. Dan ujungnya, air mata pun membanjiri wajahnya yang sudah terlihat layu. Sambil menggosok-gosokan tangan Rena coba mengembalikan suhu tubuhnya kembali normal. Itu juga cara dia menghilangkan rasa dingin yang membuat seluruh tubuhnya terasa ngilu. Malam itu sudah cukup larut. Dia pun sempat dilema apakah akan meminta jemput atau memaksa diri untuk pulang sendiri mengendarai moto

Menanti Takdir Tuhan untuk Disa

Adam dan Disa. Hubungan keduanya masih terbilang baik. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini Disa lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Adam. Bukan karena tak suka, tapi karena ia tak ingin terlarut dalam perasaan yang belum jelas ujungnya. Malam itu, sebuah pesan muncul di ponsel Disa. "Besok libur, kemana kita'? begitu isi pesannya. Adam mengajak Disa pergi lagi. Tapi kali ini, gadis itu menolak. Karena alasan terlalu sering bepergian tiap kali libur akhir pekan. Disa memang terbilang wanita aneh. Kadang, ia menyukai berada di tengah keramaian. Berkumpul dengan teman-teman kantornya sesekali. Tapi,ia pun menikmati waktu sendiri, meski hanya bersama laptop dan alunan musik. Disa menolak karena ingin bersama keluarganya. Ia merasa tak enak hati jika tiap libur, ia harus keluar rumah. Lalu kapan waktu untuk ayah, ibu dan saudaranya. Begitu isi pikiran Disa saat mendapat ajakan Adam. Beruntung, Adam cukup pengertian. Keduanya pun gagal bertemu.  Dalam hati Disa,