Langsung ke konten utama

Menulislah



TIdak terasa, sudah hampir empat tahun saya kerja di perusahaan media lokal. Perusahaan yang semula tak ada yang mengenal, kini justru dikenal dengan tulisannya yang tajam.

Saya jadi ingat, ketika mengawal proses pergantian direksi di salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik pemerintah. Selama hampir enam bulan berturut-turut, headline saya tak lepas dari kritik, evaluasi atas kinerja direksi selama dua periode.  Bahkan, saya diminta oleh pak bos untuk membedah di balik perjanjian kerjasama yang selama ini sudah dilakukan direksi dengan perusahaan swasta.

Beberapa istilah harus dipelajari, mulai dari BT, BTO, BOT. Ya, semuanya dipreteli plus minusnya. Bahkan, saya juga diminta untuk menganalisis keuntungan yang seharusnya bisa diraup pemerintah dengan beberapa potensi penarikan retribusinya.



Kalau dipikir saat ini, saya pun heran kok bisa. Waktu itu saya baru baru diangkat menjadi asisten redaktur. Tapi, betapa 'beruntung'nya saat itu wartawan yang seharusnya membantuku justru mengundurkan diri. Alhasil, selama tiga bulan saya harus bertanggungjawab atas halaman yang telah diberikan sepenuhnya.

Saya liputan sendiri, mengedit sendiri bahkan menentukan tampilan sendiri. Ya, semua itu pernah dilakukan. Kerja nyaris 24 jam, berangkat pagi, pulang malam.Bagi sebagian orang mungkin saya kerja gak pakai aturan. MUngkin bagi sebagian orang apa yang saya lakukan itu terkesan bodoh.

Tapi, saat itu saya justru merasa tertantang. Saya menikmati di tengah jantung berdegup saat jam deadline, saya bahagia meski otak ini lelah harus dikuras. Dan, saya selalu yakin jika apa yang kita perbuat pada akhirnya akan kembali. Karena, Allah tak pernah ingin berhutang pada hamba-NYA.


Tiga bulan pertama saya harus terus berurusan dengan jajaran direksi yang masa jabatannya bakal habis. Meskipun sudah dikritik habis-habisan, saya tak pernah takut menghadap yang bersangkutan untuk meminta respon atas penilaian kerja buruk atas kinerjanya.

Saya datangi ke kantornya, saya temui sang pimpinan. Meski tak jarang pula hanya humas yang akhirnya menemui. Dengan cara lembut menyambutku dan ujungnya memberikan uang sebagai pengganti transport. Dan, terpaksa saya tolak. Sampai muncul pernyataan

"Gajinya udah besar ya, sampai gak mau terima uangnya,"tuturnya.

Dengan lembut saya jawab "Amin, semoga ucapannya menjadi doa,".  Tak lupa saya haturkan terimakasih sambil memberikan senyum yang tak kalah manis.


Saya kawal perusahaan itu sampai terpilihnya direksi baru yang benar-benar murni orang-orang baru. Sayang, ketika sesi silahturahim direksi baru ke kantor, saya tidak masuk. Karena, terbaring lemah di rumah alias ngedrop.

Selepas itu, ada rasa haru ketika tulisan yang kita buat sendiri bisa mengawal kebijakan pemerintah daerah. Bahkan, ketika tulisan ini jadi bahan pertimbangan pemegang kebijakan.

Ulama mesir sayyid quthb mengatakan “Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, namun satu telunjuk (baca : menulis) bisa menembus jutaan kepala, maka itu, Menulislah!

  




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Wabup, ‘Siapa Dapat Apa’

Polemik pengisian wakil bupati (wabup) Bogor terus saja bergulir. Tarik menarik kepentingan antara partai politik (parpol) pengusung Rachmat Yasin- Nurhayanti (RAYA) saat pemilihan kepala daerah (pilkada) 2013 membuat suhu politik di Kabupaten Bogor kian memanas. Masing-masing parpol berusaha mempertahankan jagoannya aga r bisa menjadi pendamping Nurhayanti. Segala cara dilakukan agar tujuannya tercapai, apalagi kalau bukan demi kekuasaan. Politik tidak pernah lepas dari kepentingan. Sebab, politik menyangkut ‘ siapa dapat apa’, seperti yang diungkapkan pakar politik Amerika serikat Harold D Lasswell.

Rio... Tolong Jemput Aku

Malam itu, tubuh Rena mendadak menggigil. Suhu tubuhnya lumayan tinggi, sementara posisinya masih di kantor. Beruntung, malam itu pekerjaannya sudah selesai. Tinggal menunggu finishing yang dilakukan rekannya. Sambil rebahan, Rena membaringkan tubuhnya di ruang pojok yang ada di kantor. Ruang itu memang biasa dipakai untuk segala rupa. Ada yang tidur, gosip, makan bareng, solat dan juga rapat setiap awal pekan. Rena melipat tubuhnya untuk mempertahankan suhu tubuh yang malam itu dirasanya nano-nano.  Antara dingin yang menusuk kulit dan panas disertai kepala pusing hingga membuat matanya jadi berair. Dan ujungnya, air mata pun membanjiri wajahnya yang sudah terlihat layu. Sambil menggosok-gosokan tangan Rena coba mengembalikan suhu tubuhnya kembali normal. Itu juga cara dia menghilangkan rasa dingin yang membuat seluruh tubuhnya terasa ngilu. Malam itu sudah cukup larut. Dia pun sempat dilema apakah akan meminta jemput atau memaksa diri untuk pulang sendiri mengendarai moto

Menanti Takdir Tuhan untuk Disa

Adam dan Disa. Hubungan keduanya masih terbilang baik. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini Disa lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Adam. Bukan karena tak suka, tapi karena ia tak ingin terlarut dalam perasaan yang belum jelas ujungnya. Malam itu, sebuah pesan muncul di ponsel Disa. "Besok libur, kemana kita'? begitu isi pesannya. Adam mengajak Disa pergi lagi. Tapi kali ini, gadis itu menolak. Karena alasan terlalu sering bepergian tiap kali libur akhir pekan. Disa memang terbilang wanita aneh. Kadang, ia menyukai berada di tengah keramaian. Berkumpul dengan teman-teman kantornya sesekali. Tapi,ia pun menikmati waktu sendiri, meski hanya bersama laptop dan alunan musik. Disa menolak karena ingin bersama keluarganya. Ia merasa tak enak hati jika tiap libur, ia harus keluar rumah. Lalu kapan waktu untuk ayah, ibu dan saudaranya. Begitu isi pikiran Disa saat mendapat ajakan Adam. Beruntung, Adam cukup pengertian. Keduanya pun gagal bertemu.  Dalam hati Disa,