Langsung ke konten utama

Perjalanan

"Kamu sales apa wartawan? Tiap balik liputan bawanya brosur HP,"begitu celetuk rekan kerjaku. 

Aku hanya tersenyum. Karena memang aku masih anak baru. Bagiku tak masalah dengan ungkapan itu. Apalah artinya penilaian orang, toh dinilai baik pun tidak membuat gajiku langsung berlipat. Pun sebaliknya dicibir pun tidak juga membuat gajiku dipotong. Begitu pikiran ku saat itu.

Aku juga masih bingung ketika ditanya kenapa masih betah di tempat aku belajar sekaligus berkarya. Yang aku ingat, latar di mana aku bekerja adalah sama dengan yang pernah muncul di mimpi saat dulu aku bingung memilih konsentrasi kuliah. Antara komunikasi strategis dan jurnalistik. 

Keputusannya, aku ambil bidang jurnalistik. Karena saat itu aku bermimpi berada dalam satu ruangan berjajar. Aku ada di sana. Mulanya aku pikir, latar itu adalah Berita Kampus, karena kebetulan aku juga gabung dengan organisasi itu. 

Tapi setelah lulus, dan aku terdampar di tempat sekarang memori ku mendadak berputar. Mengembalikan isi mimpi yang dulu pernah aku alami. Sehingga, jujur saja aku sering merasa de ja vu. Mereasa pernah mengalami keadaan ataupun kondisi serupa.

Kini aku mulai terbiasa dengan dunia ini. Dunia jurnalistik yang membuat ku mengenal banyak karakter orang. Sekaligus dunia yang semakin mengasah intuisi ku.Dalam keadaan tertentu seringkali aku berada dalam kondisi harus memutuskan, menaksir, memprediksi sesuatu yang belum terjadi dan kemungkinan besar terjadi. 

Bukan aku ingin mendahului kehendak Tuhan, tapi bagaimanapun juga saya dituntut membaca kemungkinan kemungkinan yang terjadi didukung dengan fakta dan analisis. Ah, terlalu berat jika bawa kata analisis. 

Terkadang dalam posisi mentok, tak ada jalan yang sulit kecuali Allah sendiri yang mempermudah. Jadi, kembali ke Allah adalah kuncinya. Dan itu betul betul nyata. Saat kamu merasa pusing dan buntu, berdzkir jadi penawarnya untuk mendapatkan ide segar. 

Itulah kenapa saya juga suka minta, mengingatkan wartawan yang hendak konfirmasi agar selalu membaca bismillah. Karena, saya yakin seratus persen dengan satu kata itu, Allah akan memberikan jalan keluar. Dan, urusan akan terasa mudah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Wabup, ‘Siapa Dapat Apa’

Polemik pengisian wakil bupati (wabup) Bogor terus saja bergulir. Tarik menarik kepentingan antara partai politik (parpol) pengusung Rachmat Yasin- Nurhayanti (RAYA) saat pemilihan kepala daerah (pilkada) 2013 membuat suhu politik di Kabupaten Bogor kian memanas. Masing-masing parpol berusaha mempertahankan jagoannya aga r bisa menjadi pendamping Nurhayanti. Segala cara dilakukan agar tujuannya tercapai, apalagi kalau bukan demi kekuasaan. Politik tidak pernah lepas dari kepentingan. Sebab, politik menyangkut ‘ siapa dapat apa’, seperti yang diungkapkan pakar politik Amerika serikat Harold D Lasswell.

Rio... Tolong Jemput Aku

Malam itu, tubuh Rena mendadak menggigil. Suhu tubuhnya lumayan tinggi, sementara posisinya masih di kantor. Beruntung, malam itu pekerjaannya sudah selesai. Tinggal menunggu finishing yang dilakukan rekannya. Sambil rebahan, Rena membaringkan tubuhnya di ruang pojok yang ada di kantor. Ruang itu memang biasa dipakai untuk segala rupa. Ada yang tidur, gosip, makan bareng, solat dan juga rapat setiap awal pekan. Rena melipat tubuhnya untuk mempertahankan suhu tubuh yang malam itu dirasanya nano-nano.  Antara dingin yang menusuk kulit dan panas disertai kepala pusing hingga membuat matanya jadi berair. Dan ujungnya, air mata pun membanjiri wajahnya yang sudah terlihat layu. Sambil menggosok-gosokan tangan Rena coba mengembalikan suhu tubuhnya kembali normal. Itu juga cara dia menghilangkan rasa dingin yang membuat seluruh tubuhnya terasa ngilu. Malam itu sudah cukup larut. Dia pun sempat dilema apakah akan meminta jemput atau memaksa diri untuk pulang sendiri mengendarai moto

Menanti Takdir Tuhan untuk Disa

Adam dan Disa. Hubungan keduanya masih terbilang baik. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini Disa lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Adam. Bukan karena tak suka, tapi karena ia tak ingin terlarut dalam perasaan yang belum jelas ujungnya. Malam itu, sebuah pesan muncul di ponsel Disa. "Besok libur, kemana kita'? begitu isi pesannya. Adam mengajak Disa pergi lagi. Tapi kali ini, gadis itu menolak. Karena alasan terlalu sering bepergian tiap kali libur akhir pekan. Disa memang terbilang wanita aneh. Kadang, ia menyukai berada di tengah keramaian. Berkumpul dengan teman-teman kantornya sesekali. Tapi,ia pun menikmati waktu sendiri, meski hanya bersama laptop dan alunan musik. Disa menolak karena ingin bersama keluarganya. Ia merasa tak enak hati jika tiap libur, ia harus keluar rumah. Lalu kapan waktu untuk ayah, ibu dan saudaranya. Begitu isi pikiran Disa saat mendapat ajakan Adam. Beruntung, Adam cukup pengertian. Keduanya pun gagal bertemu.  Dalam hati Disa,