Langsung ke konten utama

Profesi

Agak miris memang bila melihat profesi yang harus dibungkus dengan kebanggaan berlebih. Rasa bangga yang seringkali mengabaikan aturan ataupun etika. Parahnya, kalau profesi itu dijadikan tameng golongan tertentu.

Kalau ditelusuri arti profesi, maka kata profesi tidak akan jauh dengan makna profesional dan p
rofesionalitas. Artinya selain memang ahli di bidangnya, profesi juga wajib menjunjung tonggi profesionalitas. Itulah alasannya mengapa setiap profesi selalu disertai dengan kode etik. Ada pasal-pasal yang mengatur bagaimana seorang profesional melaksanakan tugas dan kewajibannya di bidang tertentu.

Kalau apa yang dilakukan menyimpang dari kode itu, maka profesionalitas pun dipertanyakan dari profesi yang melekat.

Sama halnya dengan profesi yang saat ini melekat dalam diri saya. Meski baru setahun, tapi saya berusaha belajar menjadi seorang profesional yang menjunjung tinggi kode etik jurnalistik. 


Saya memang tidak hafal dengan isi kode etik. Tapi poin yang selalu saya pegang adalah berita yang saya buat tidak mengandung unsur SARA, tidak berisi fitnah, dan selalu mengedepankan proses check and balance.

Selain itu, di kode etik juga diatur bila saya wajib menghormati setiap narasumber yang enggan memberikan komentarnya atas pemberitaan tertentu. Serta memberi ruang bagi narasumber atau masyarakat menggunakan hak koreksi dan hak jawab.

Persoalannya, seberapa banyak orang-orang yang menggeluti bidang ini mengacu pada kode etik?

Seberapa banyak pemberitaan ataupun tayangan media yang mengedepankan etika jurnalistik?
Bukankan 'pimpinan' (yang entah ada di tingkat mana) lebih menyukai berita sensasional yang mendatangkan untung besar? Meski kenyataannya, di ujung daerah sana, tidak sedikit para pekerja media yang harus terseok-terseok demi bertahan hidup?

Saya tidak tahu, mau dibawa kemana arah media di negeri ini. Apakah menuju dunia bisnis yang hanya memikirkan profit. Atau ke arah politis yang akhirnya bisa jadi agen propaganda efektif membentuk opini publik???

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Wabup, ‘Siapa Dapat Apa’

Polemik pengisian wakil bupati (wabup) Bogor terus saja bergulir. Tarik menarik kepentingan antara partai politik (parpol) pengusung Rachmat Yasin- Nurhayanti (RAYA) saat pemilihan kepala daerah (pilkada) 2013 membuat suhu politik di Kabupaten Bogor kian memanas. Masing-masing parpol berusaha mempertahankan jagoannya aga r bisa menjadi pendamping Nurhayanti. Segala cara dilakukan agar tujuannya tercapai, apalagi kalau bukan demi kekuasaan. Politik tidak pernah lepas dari kepentingan. Sebab, politik menyangkut ‘ siapa dapat apa’, seperti yang diungkapkan pakar politik Amerika serikat Harold D Lasswell.

Rio... Tolong Jemput Aku

Malam itu, tubuh Rena mendadak menggigil. Suhu tubuhnya lumayan tinggi, sementara posisinya masih di kantor. Beruntung, malam itu pekerjaannya sudah selesai. Tinggal menunggu finishing yang dilakukan rekannya. Sambil rebahan, Rena membaringkan tubuhnya di ruang pojok yang ada di kantor. Ruang itu memang biasa dipakai untuk segala rupa. Ada yang tidur, gosip, makan bareng, solat dan juga rapat setiap awal pekan. Rena melipat tubuhnya untuk mempertahankan suhu tubuh yang malam itu dirasanya nano-nano.  Antara dingin yang menusuk kulit dan panas disertai kepala pusing hingga membuat matanya jadi berair. Dan ujungnya, air mata pun membanjiri wajahnya yang sudah terlihat layu. Sambil menggosok-gosokan tangan Rena coba mengembalikan suhu tubuhnya kembali normal. Itu juga cara dia menghilangkan rasa dingin yang membuat seluruh tubuhnya terasa ngilu. Malam itu sudah cukup larut. Dia pun sempat dilema apakah akan meminta jemput atau memaksa diri untuk pulang sendiri mengendarai moto

Menanti Takdir Tuhan untuk Disa

Adam dan Disa. Hubungan keduanya masih terbilang baik. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini Disa lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Adam. Bukan karena tak suka, tapi karena ia tak ingin terlarut dalam perasaan yang belum jelas ujungnya. Malam itu, sebuah pesan muncul di ponsel Disa. "Besok libur, kemana kita'? begitu isi pesannya. Adam mengajak Disa pergi lagi. Tapi kali ini, gadis itu menolak. Karena alasan terlalu sering bepergian tiap kali libur akhir pekan. Disa memang terbilang wanita aneh. Kadang, ia menyukai berada di tengah keramaian. Berkumpul dengan teman-teman kantornya sesekali. Tapi,ia pun menikmati waktu sendiri, meski hanya bersama laptop dan alunan musik. Disa menolak karena ingin bersama keluarganya. Ia merasa tak enak hati jika tiap libur, ia harus keluar rumah. Lalu kapan waktu untuk ayah, ibu dan saudaranya. Begitu isi pikiran Disa saat mendapat ajakan Adam. Beruntung, Adam cukup pengertian. Keduanya pun gagal bertemu.  Dalam hati Disa,