Langsung ke konten utama

Semarang, Kota Sejuta Rasa :)



Buka-buka galeri foto di laptop peninggalan jaman kuliah, dan akhirnya banyak banget kenangan yang tersimpan didalamnya. Mulai dari tingkah konyol geng pecel, senda gurau dengan geng doa ibu, juga kebersamaan selama 4 tahun 9 bulan dengan keluarga komunikasi, wapeala, opini, Berita kampus dan gak ketinggalan kenangan sama kru-kru dari tempat dulu magang.

Ada rasa haru, seneng, sekaligus geli melihat gaya-gaya yang tergambar di foto. Semua kenangan pun tiba-tiba muncul dan membuat rekaman memori itu akhirnya berputar, mengenang masa-masa dulu.
Kota Semarang, tempat aku menuntut ilmu, mendapat sahabat, teman, juga keluarga. Tempat aku mengenal mereka, guru-guru hebat. Entahlah, rasa rindu ini kian memuncak tiap kali laptop ku buka dan gambar di foto itu seperti memanggil, meminta ku untuk mengunjunginya lagi. 
Tidak terasa, sudah setahun tiga bulan aku meninggalkan Semarang. Rasanya belum puas aq menjelajah kota itu .Masih banyak tempat yang ingin aq kunjungi, termasuk berkeliling Semarang dengan mengendarai motor sendiri (maklum, dulu hanya menjadi pembonceng setia).
Dan malam ini, aku merindukan Semarang dengan segala isinya.
Ada bus Nugroho dan pak kernetnya yang selalu menurunkan ku di Totem, angkot kuning yang mengantarkan ku ke kampus oranye. Belum lagi kantin arsitek dengan menu nasgor yang cukup memberikan energi sebelum konsul.



Bahkan, aq juga merindukan bang kadir yang kedatangannya slalu dinantikan penghuni PKM. Eyang kos yang selalu ngasih nasi bungkus tiap jumat pagi, Bu Siti yang rela meminjamkan sepeda aisyahnya buat ku. Semua itu masih terekam, tersimpan rapi di ingatan ku.

Banyak hal yang seringkali membuat aku tersenyum geli. Bagaimana aku dengan gagahnya memanjat pagar kos yang sudah terkunci, lantaran pulang dini hari. Bahkan sempat membuat mbak kos kaget, disangka maling.

Apalagi kebersamaan dengan Wapeala. Berhari-hari gak ada bosennya rapat hingga larut malam. Bahkan hingga kembali ke pagi. Dengan mata panda datang ke kampus, untuk sekadar memenuhi 70 persen absen.Duduk manis sambil memikirkan tema liputan yang akan ditayangkan minggu ini dan membaginya. 
Terkadang, selesai kuliah juga harus meliput kegiatan mahasiswa. Padahal tugas kuliah juga menanti, apalagi tugas wapeala yang gak ada habisnya hehee.
Dulu itu gak ada capeknya. Kalau pun kerasa capek dan bete paling menghilang dari rutinitas atau mengunci diri di kamar.
Semarang...semarang.. Gak akan pernah habis menceritakan kota itu. Kota sejuta Rasa.. :))
Terimakasih Semarang...,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Wabup, ‘Siapa Dapat Apa’

Polemik pengisian wakil bupati (wabup) Bogor terus saja bergulir. Tarik menarik kepentingan antara partai politik (parpol) pengusung Rachmat Yasin- Nurhayanti (RAYA) saat pemilihan kepala daerah (pilkada) 2013 membuat suhu politik di Kabupaten Bogor kian memanas. Masing-masing parpol berusaha mempertahankan jagoannya aga r bisa menjadi pendamping Nurhayanti. Segala cara dilakukan agar tujuannya tercapai, apalagi kalau bukan demi kekuasaan. Politik tidak pernah lepas dari kepentingan. Sebab, politik menyangkut ‘ siapa dapat apa’, seperti yang diungkapkan pakar politik Amerika serikat Harold D Lasswell.

Rio... Tolong Jemput Aku

Malam itu, tubuh Rena mendadak menggigil. Suhu tubuhnya lumayan tinggi, sementara posisinya masih di kantor. Beruntung, malam itu pekerjaannya sudah selesai. Tinggal menunggu finishing yang dilakukan rekannya. Sambil rebahan, Rena membaringkan tubuhnya di ruang pojok yang ada di kantor. Ruang itu memang biasa dipakai untuk segala rupa. Ada yang tidur, gosip, makan bareng, solat dan juga rapat setiap awal pekan. Rena melipat tubuhnya untuk mempertahankan suhu tubuh yang malam itu dirasanya nano-nano.  Antara dingin yang menusuk kulit dan panas disertai kepala pusing hingga membuat matanya jadi berair. Dan ujungnya, air mata pun membanjiri wajahnya yang sudah terlihat layu. Sambil menggosok-gosokan tangan Rena coba mengembalikan suhu tubuhnya kembali normal. Itu juga cara dia menghilangkan rasa dingin yang membuat seluruh tubuhnya terasa ngilu. Malam itu sudah cukup larut. Dia pun sempat dilema apakah akan meminta jemput atau memaksa diri untuk pulang sendiri mengendarai moto

Menanti Takdir Tuhan untuk Disa

Adam dan Disa. Hubungan keduanya masih terbilang baik. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini Disa lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Adam. Bukan karena tak suka, tapi karena ia tak ingin terlarut dalam perasaan yang belum jelas ujungnya. Malam itu, sebuah pesan muncul di ponsel Disa. "Besok libur, kemana kita'? begitu isi pesannya. Adam mengajak Disa pergi lagi. Tapi kali ini, gadis itu menolak. Karena alasan terlalu sering bepergian tiap kali libur akhir pekan. Disa memang terbilang wanita aneh. Kadang, ia menyukai berada di tengah keramaian. Berkumpul dengan teman-teman kantornya sesekali. Tapi,ia pun menikmati waktu sendiri, meski hanya bersama laptop dan alunan musik. Disa menolak karena ingin bersama keluarganya. Ia merasa tak enak hati jika tiap libur, ia harus keluar rumah. Lalu kapan waktu untuk ayah, ibu dan saudaranya. Begitu isi pikiran Disa saat mendapat ajakan Adam. Beruntung, Adam cukup pengertian. Keduanya pun gagal bertemu.  Dalam hati Disa,