Langsung ke konten utama

May 29 · Semarang Aku Suka


Semarang Aku Suka

Aku baru sempat menuliskan perjalanan saat berkunjung ke Semarang. Senang rasanya, bisa kembali ke kota itu. Meskipun hanya beberapa jam aku menikmati suasana di sana, tapi sungguh sangat berkesan. Perjalanan itu jadi pelipur kerinduan yang selama ini tertahan. 1 Tahun 10 bulan aku memendamnya, sejak 18 Juli 2012 aku meninggalkan kota itu.


Aku tiba di Semarang pukul setengah lima sore. Waktu itu, aku bersama Anggita sedulur Au, langsung ke Stasiun Tawang. Aku harus pesan tiket untuk keberangkatan malam itu juga. Beruntung punya saudara yang baik hati dan tidak sombong. Aku dan unyil sapaan akrab anggita, diantar mas Ali dan mba sus ke stasiun bersama dengan sedulur lainnya. Ada mas greg, mba intan dan mas dito. Oiya satu lagi si cantik aya, buah cinta dari mas ali dan mba sus.


Perjalanan pulang dari Salatiga menuju Semarang
Aku dan mereka baru saja menghadiri resepsi pernikahan sedulur Ctr di Salatiga. Akhirnya, aku ikut rombongan Semarang. Sampai di stasiun Tawang, tinggal aku dan Unyil yang sibuk mencari tiket.

Nasib baik pun berpihak pada ku. Tiket kereta menuju Jatinegara berhasil didapatkan, untuk keberangkatan pukul delapanmalam. Waktu pun terus berputar, jam di ponsel ku sudah menunjukkan pukul lima lewat beberapa menit. Aku pun lekas janjian dengan Abibob, teman kuliah yang sudah ku anggap seperti keluarga sendiri. Dari hari sebelumnya aku sudah janjian dengannya ingin bertemu. Alhasil, kami pun janjian di masjid raya Baiturrahman yang lokasinya persis di pusat kota Semarang, yakni di kawasan Simpang Lima.

Sebelum aku beranjak dari stasiun , aku sempatkan waktu menikmati senja di setu stasiun. Tak lama, kami pun akhirnya bergegas menuju Masjid Baiturrahman. Sepanjang perjalanan dari stasiun ke simpang lima aku tak bosan melihat ke sekeliling, sambil memutar memori kala dulu aku masih jadi mahasiswa.

Aku pun mendadak norak ketika melihat lapangan simpang lima ramai dipenuhi kaula muda dan para pelancong yang asik menikmati suasana kota semarang. Rasanya aku sudah mau turun dari taksi.
Aku tiba di Baiturrahman tepat saat adzan magrib memanggil. Akhirnya aku pun langsung menuju tempat wudhu dan bertemu dengan Abibob di ruang solat perempuan.

Selesai itu, mulailah aku siapkan rencana menggila beberapa jam bersama abibob dan unyil. Rencana awal nongkrong di CL aku batalkan, karena mau menikmati suasana Semarang di malam hari. Sajian PKL yang berada di pinggiran simpanglima akhirnya jadi pilihan kami sambil mengisi perut yang mulaikeroncongan.
Rasanya senang sekali bisa kumpul bersama teman-teman di Semarang.Kebersamaan yang sempat hilang akhirnya aku rasakan kembali. Seperti dapat suntikan semangat baru.


Setelah puas makan malam, aku pun menyempatkan foto narsis di kawasan simpang lima. Tanpa malu-malu aku berpose tepat di tugu bertuliskan Kawasan Simpang Lima. Kata Unyil aku norak, tapi aku cuek heuheuheu.
 


बेरफोटो दी सिम्पंग लिमा
Sebelum meninggalkan Semarang, aku sempatkan ke PKM. Rumah kedua setelah kos, saat masih berstatus mahasiswi. Aku sudah berencana mau foto-foto di sana, tapi sayangnya saat datang ke PKM, lampu disana mati.

Aku bertemu dengan si bontot Ponco yang nyebelin tapi aslinya baik sih.Dia termenung sendiri di tengah kegelapan. Entah apa yang ada di pikirannya. Aku juga bertemu dengan si Wahyu, adik angkatan ku yang sukanya meledek soalCiteureup. Dia sedang asik hotspotan di depan gerbang PKM. Dan tak lama, datanglah si Donni, adik angkatan ku juga, yang dengan dodolnya mempertanyakan aku siapa. (zzzzzzzZZZZ, songong ya).


Aku tak bisa berlama-lama di sana, karena waktu sudah jam tujuh mlam, dansatu jam lagi kereta ku berangkat. Beruntung, Abibob, Unyiil dan siBontot mau mengantarkan ku ke stasiun.
Yeaay,senangnya diantar mereka bertiga. Kami tiba di tawang 15 menit keretaberangkat, untung gak ketinggalan. Aku juga menyempatkan foto dengan Unyil dan Bontot di stasiun meskipun sebenarnya mereka malu karenaharus bergaya di tempat umum (hahahaahaaaa.., makasih ya)



Selalu ada cerita tentang Semarang, meskipun di sana panas dan airnya bikin kulit bersisik dan kering. Ingin rasanya aku berlama-lama disana.Bertemu dengan teman, sahabat dan orang-orang yang sudah berjasa,‘menampung’ ku. Berkeliling kota lama sambil menikmati udara sore dan mengunjungi orang-orang yang sudah rela mengajari ku tentang media pun orang-orang yang pernah mendidik ku secara keras di sana.

Aku juga ingin bisa kembali ke tambak, tempat dulu melaksanakan KKN.Masih ingat ketika siang bolong menaiki perahu kayu bersama dua teman dari berkebangsaan asing. Dipikir-pikir kok ya nggak ada kerjaan panas-panasan naik perahu. Tapi tentu semua itu jadi kenangan manis. 


Narsis dulu di St.Tawang sebelum kereta berangkat

Saat sendiri, aku juga membayangkan kondisi jalan-jalan disana. Apa kabarjalan pahlawan, jalan pemuda, jalan gajah meda, jalan pandanaran dan tentu tidak ketinggalan jalan menuju kampus tembalang? Angkot kuning yang sering membuat aku harus mengeluarkan kocek untuk pindah darisatu gedung ke gedung lainnya.

Aku rindu dengan Bis Nugroho jurusan Mangkang-Tembalang yang datangnya tiap setengah jam sekali. Ah, ya semua itu masih terekam jelas dalam memori.Termasuk dengan bapak-bapak becak yang suka mangkal di dekatkos ku dan PKM. Mereka orang-orang berjasa bagi mahasiswa yang tidak memiliki kendaraan pribadi seperti ku. 


25 Mei 2014 :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kursi Wabup, ‘Siapa Dapat Apa’

Polemik pengisian wakil bupati (wabup) Bogor terus saja bergulir. Tarik menarik kepentingan antara partai politik (parpol) pengusung Rachmat Yasin- Nurhayanti (RAYA) saat pemilihan kepala daerah (pilkada) 2013 membuat suhu politik di Kabupaten Bogor kian memanas. Masing-masing parpol berusaha mempertahankan jagoannya aga r bisa menjadi pendamping Nurhayanti. Segala cara dilakukan agar tujuannya tercapai, apalagi kalau bukan demi kekuasaan. Politik tidak pernah lepas dari kepentingan. Sebab, politik menyangkut ‘ siapa dapat apa’, seperti yang diungkapkan pakar politik Amerika serikat Harold D Lasswell.

Rio... Tolong Jemput Aku

Malam itu, tubuh Rena mendadak menggigil. Suhu tubuhnya lumayan tinggi, sementara posisinya masih di kantor. Beruntung, malam itu pekerjaannya sudah selesai. Tinggal menunggu finishing yang dilakukan rekannya. Sambil rebahan, Rena membaringkan tubuhnya di ruang pojok yang ada di kantor. Ruang itu memang biasa dipakai untuk segala rupa. Ada yang tidur, gosip, makan bareng, solat dan juga rapat setiap awal pekan. Rena melipat tubuhnya untuk mempertahankan suhu tubuh yang malam itu dirasanya nano-nano.  Antara dingin yang menusuk kulit dan panas disertai kepala pusing hingga membuat matanya jadi berair. Dan ujungnya, air mata pun membanjiri wajahnya yang sudah terlihat layu. Sambil menggosok-gosokan tangan Rena coba mengembalikan suhu tubuhnya kembali normal. Itu juga cara dia menghilangkan rasa dingin yang membuat seluruh tubuhnya terasa ngilu. Malam itu sudah cukup larut. Dia pun sempat dilema apakah akan meminta jemput atau memaksa diri untuk pulang sendiri mengendarai moto

Menanti Takdir Tuhan untuk Disa

Adam dan Disa. Hubungan keduanya masih terbilang baik. Tapi, entahlah. Akhir-akhir ini Disa lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Adam. Bukan karena tak suka, tapi karena ia tak ingin terlarut dalam perasaan yang belum jelas ujungnya. Malam itu, sebuah pesan muncul di ponsel Disa. "Besok libur, kemana kita'? begitu isi pesannya. Adam mengajak Disa pergi lagi. Tapi kali ini, gadis itu menolak. Karena alasan terlalu sering bepergian tiap kali libur akhir pekan. Disa memang terbilang wanita aneh. Kadang, ia menyukai berada di tengah keramaian. Berkumpul dengan teman-teman kantornya sesekali. Tapi,ia pun menikmati waktu sendiri, meski hanya bersama laptop dan alunan musik. Disa menolak karena ingin bersama keluarganya. Ia merasa tak enak hati jika tiap libur, ia harus keluar rumah. Lalu kapan waktu untuk ayah, ibu dan saudaranya. Begitu isi pikiran Disa saat mendapat ajakan Adam. Beruntung, Adam cukup pengertian. Keduanya pun gagal bertemu.  Dalam hati Disa,